“Dari Pangeran Para Rasul kita belajar bahwa seorang penginjil tidak boleh menghalangi karya kreatif Allah, yang “ingin semua orang diselamatkan” (1 Tim 2: 4), tetapi orang yang meningkatkan perjumpaan hati dengan Tuhan.”
Paus Fransiskus mengatakan hal itu dalam katekese tentang Kisah Para Rasul saat Audiensi Umum di Lapangan Santo Petrus, Vatikan, hari Rabu, 16 Oktober 2019, seraya bertanya bagaimana sikap umat Katolik terhadap saudara-saudari mereka, khususnya yang bukan Katolik. “Apakah kita merupakan hambatan untuk perjumpaan dengan Allah? Apakah kita menghalangi atau memfasilitasi perjumpaan mereka dengan Bapa?” tanya Paus.
Paus mengajak umat Katolik agar membiarkan diri tercengang oleh kejutan-kejutan Tuhan, “bukan menghalangi kreativitas-Nya, tetapi mengenali dan mendorong cara-cara baru yang digunakan oleh Yang Bangkit untuk mencurahkan Roh-Nya ke dunia dan untuk menarik hati, membuat diri-Nya dikenal sebagai “Tuhan dari semua orang.” (Kis 10:36).
Dalam Kisah Para Rasul, Petrus mendapat penglihatan sebuah benda berbentuk kain lebar yang dalamnya ada pelbagai jenis binatang berkaki empat, serta binatang menjalar dan burung, yang diturunkan dari langit ke tanah. Dia juga mendengar suara yang meminta dia bangun dan makan daging mereka. Sebagai seorang Yahudi yang baik, Petrus tidak makan apapun yang haram. Tetapi suara itu terdengar lagi, “Apa yang dinyatakan halal oleh Allah, tidak boleh engkau nyatakan haram.”
Dengan kenyataan itu, jelas Paus, Tuhan ingin agar Petrus tidak menilai peristiwa-peristiwa dan orang-orang sesuai kategori halal dan tidak halal, tetapi belajar melihat lebih jauh, melihat orang dan intensi hatinya. “Yang menajiskan orang tidak timbul dari luar tetapi dari dalam, dari hati (bdk Mrk 7:21). Yesus jelas mengatakan hal ini,” kata Paus.
Setelah penglihatan itu, Allah mengirim Petrus ke rumah Kornelius, orang asing yang tidak disunat, perwira anggota unit militer Italia, lelaki saleh yang takut akan Tuhan, tapi bukan orang Yahudi. Di rumah orang kafir itu, Petrus mewartakan tentang Kristus yang wafat dan bangkit dan tentang pengampunan dosa bagi siapa pun yang percaya kepada-Nya. Sementara Petrus berbicara, Kornelius dan keluarganya dipenuhi dengan Roh Kudus dan Petrus membaptisnya dalam nama Kristus (bdk Kis. 10:48).
Sementara itu, orang-orang Kristen lain di Yerusalem, yang tersinggung oleh perilaku Petrus, mencela dia dengan keras karena itu melanggar adat dan hukum. Tetapi setelah perjumpaan dengan Kornelius, Petrus lebih bebas dan persekutuan dengan Allah dan orang lain lebih besar, karena ia melihat kehendak Allah dalam tindakan Roh Kudus.
Fakta luar biasa dan pertama itu, kata Paus, menjadi dikenal di Yerusalem, dan orang-orang dari golongan yang bersunat, yang dilecehkan oleh perilaku Petrus, dengan keras mencela dia (lih. Kis 11: 1-3). Petrus melakukan sesuatu melampaui yang biasa, di luar hukum, dan untuk alasan ini mereka menegurnya.
Tetapi, setelah perjumpaan dengan Kornelius, Petrus lebih bebas dan lebih bersekutu dengan Allah dan orang-orang lain, karena ia telah melihat kehendak Allah dalam tindakan dalam Roh Kudus. Karena itu, kata Paus, Petrus bisa memahami alasan mengapa bangsa Israel menjadi umat pilihan Allah, bukan sebagai hadiah atas jasa mereka, tetapi tanda panggilan untuk memediasi berkat ilahi di antara orang-orang kafir. (PEN@ Katolik/paul c pati)