Saat Angelus 15 Oktober 2017, untuk pertama kali Paus Fransiskus mengumumkan bahwa dia sedang mengadakan pertemuan khusus dengan para uskup untuk “mencari tahu jalan-jalan baru bagi Gereja dan bagi ekologi yang integral.”
Dan hari Minggu, 6 Oktober 2019, Paus merayakan Misa untuk pembukaan Sinode untuk Amazon itu, dengan menyebut Santo Paulus, “misionaris terbesar dalam sejarah Gereja.” Rasul itu “membantu kita membuat ‘sinode’ ini, ‘perjalanan bersama’ ini,” kata Paus mengutip kata-kata Paulus kepada Timotius, “Aku memperingatkan engkau untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padamu oleh penumpangan tanganku atasmu.”
Paus mengingatkan para uskup yang berkumpul dari seluruh dunia untuk Sinode itu bahwa tangan-tangan diletakkan di atas kepala mereka agar mereka bisa mengangkat tangan mereka untuk menjadi perantara Bapa, dan mengulurkan tangan mereka untuk membantu saudara dan saudari mereka.
“Kami menerima karunia sehingga kami bisa menjadi karunia,” kata Paus. “Karunia-karunia tidak dibeli, diperdagangkan, atau dijual; karunia-karunia diterima dan diberikan,” lanjut Paus. “Kalau kita menyimpan karunia-karunia itu, kalau yang kita jadikan pusat adalah diri kita dan bukan karunia yang kita terima, kita menjadi birokrat, bukan gembala.”
Berkat karunia yang kita terima, lanjut Paus, “hidup kita diarahkan untuk melayani,” dan “Kita tidak melayani demi keuntungan atau kesenangan pribadi, tapi karena kita menerima secara gratis dan ingin membalasnya dengan gratis.” Paus mendesak para uskup agar “menjadikan karunia Tuhan sebagai pusat.”
Paus kembali ke Santo Paulus ketika dia berbicara tentang cara mengobarkan kembali karunia itu, seperti api, “kalau kita ingin setia pada panggilan kita.” Api tidak membakar dengan sendirinya, lanjut Paus, “api harus diberi makan kalau tidak dia mati dan berubah menjadi abu.” Kita tidak dapat menghabiskan hari-hari kita “sambil mempertahankan status quo,” kata Paus. “Yesus datang bukan untuk membawa angin sore yang lembut, tetapi untuk menyalakan api di bumi.”
Paus mengidentifikasi api itu sebagai Roh Kudus, “pemberi karunia.” Santo Paulus memberitahukan kepada Timotius, “Allah bukan memberikan kepada kita roh ketakutan, tetapi roh kekuatan, kasih, dan ketertiban.” Paulus bersikap bijaksana bukan takut, jelas Paus yang mengutip definisi kebijaksanaan dari Katekismus (1806) sebagai: “kebajikan yang memberikan alasan praktis untuk membedakan kebaikan sejati kita dalam setiap keadaan dan untuk memilih cara tepat untuk mencapainya.”
“Kebijaksanaan adalah kebajikan dari gembala yang, guna melayani kebijaksanaan, mampu membedakan, untuk menerima kebaruan Roh,” lanjut Paus. “Menyalakan kembali karunia kita dalam api Roh adalah kebalikan dari membiarkan segala sesuatunya berjalan tanpa melakukan apa pun.” Paus berdoa agar Roh bisa “memberi kita kebijaksanaannya yang berani,” dan “mengilhami Sinode kita untuk memperbarui jalan Gereja di Amazonia, agar api misi akan terus menyala.”
“Kalau orang dan budaya dilahap tanpa cinta dan rasa hormat, itu bukan api Tuhan tetapi api dunia,” kata Paus yang berdoa agar Tuhan “melindungi kita dari keserakahan bentuk-bentuk baru kolonialisme.” Merujuk api yang baru-baru ini menghancurkan Amazonia, Paus mengatakan, “itu bukan api Injil,” karena api Tuhan “dibesarkan dengan berbagi, bukan dengan keuntungan.” Api yang menghancurkan,” kata Paus, “menyala saat orang hanya ingin mempromosikan ide mereka sendiri … agar semua orang dan semua hal seragam.”
Paus mengulangi permintaan Santo Paulus kepada Timotius “agar memberikan kesaksian tentang Injil.” Mewartakan Injil, kata Paus “adalah hidup sebagai persembahan, bersaksi sampai akhir, menjadi segalanya bagi semua orang, mencintai bahkan sampai mati sebagai martir.” Paus mencatat, ada beberapa Kardinal mengalami sendiri “salib kemartiran.” Kami melayani Injil, kata Paus, “dengan tekun dalam kasih dan kerendahan hati, dengan percaya bahwa satu-satunya cara nyata untuk memiliki kehidupan adalah kehilangan kehidupan karena cinta.”
Kata-kata terakhir Paus ditujukan bagi saudara dan saudari di Amazonia. Mereka, kata Paus, “membawa salib berat dan menunggu penghiburan Injil yang membebaskan, belaian cinta Gereja.” Bahkan, “Begitu banyak saudara dan saudari kita di Amazonia mencurahkan nyawa mereka,” lanjut Paus seraya mengutip Kardinal Hummes yang, secara teratur pergi ke kuburan-kuburan di kota-kota kecil yang dikunjunginya di Amazon. “Kemudian, dengan agak cerdas,” kata Paus, kardinal itu meminta dia untuk tidak melupakan mereka. “Mereka layak dikanonisasi,” kata kardinal itu. “Untuk orang-orang ini, yang memberi hidup mereka sekarang, bagi yang telah mencurahkan hidup mereka, dan bersama mereka, mari kita berjalan bersama,” kata Paus.(PEN@ Katolik/paul c pati berdasarkan Vatican News)