Proses Penganugerahan Gelar Kudus bagi mantan anak jalanan resmi dibuka 28 Agustus 2019, hampir tujuh tahun setelah kematiannya. Proses untuk Darwin Ramos itu digerakkan oleh Keuskupan Cubao, yurisdiksi gerejawi tempat anak itu meninggal pada usia 17 tahun, 23 September 2012.
Pengumuman itu disampaikan oleh Mgr Honest Ongtioco pada Misa 28 Agustus di Katedral Cubao. “Dia dikenal sebagai orang sederhana dan suci,” kata Mgr Ongtioco. Seluruh proses itu, lanjut uskup itu, “bukan hanya tentang hidupnya tetapi juga tentang kita. Kita semua dipanggil Tuhan untuk kekudusan.”
Dalam Misa itu, uskup mengumumkan pembentukan lembaga investigasi untuk verifikasi apakah Ramos benar-benar menjalankan kebajikan Kristen. Tugas lembaga itu adalah menggunakan semua sarana yuridis dan kanonik untuk membuktikan bahwa calon beatifikasi itu “sudah menikmati visio beatifica (pandangan penuh kebahagiaan atau komunikasi langsung) dengan Allah dan para kudus.”
“Jadi, inilah tugas utama. Lembaga itu akan berusaha membuktikan apakah hamba Allah itu memiliki reputasi untuk kebaikan untuk diumumkan,” kata Pastor Danilo Flores, promotor keadilan. “Kita juga harus membuktikan apakah dia bisa menjadi model terutama bagi orang muda di Filipina,” kata imam itu.
Postulator penganugerahan gelar kudus itu, Pastor Thomas de Gabore OP asal Prancis, bertemu Ramos dalam beberapa minggu terakhir hidupnya dan menggambarkannya sebagai “remaja sederhana.” Tetapi dalam hatinya, lanjut imam Dominikan itu, “kehidupan rohaninya sangat mengesankan .. dia sangat mengabdi kepada Yesus Kristus meskipun menderita.”
Bulan Maret, Vatikan memberi lampu hijau kepada keuskupan itu untuk memulai proses tingkat keuskupan, yakni menghimpun dan mengumpulkan bukti dokumenter dan kesaksian tentang kehidupan dan kesuciannya.
Setelah selesai, dokumentasi dari penyelidikan lokal itu akan dikirim ke Kongregasi Vatikan untuk Penganugerahan Gelar Kudus, yang mengulas informasi yang dikumpulkan itu. Jika diketahui dia telah menjalani kebajikan-kebajikan Kristen secara heroik, Gereja akan melimpahkan kepadanya gelar “Yang Dimuliakan.” Langkah selanjutnya adalah beatifikasi dan kanonisasi.
Umumnya, untuk kekudusan diperlukan dua mukjizat yang dipastikan terjadi melalui campur tangan calon, satu untuk beatifikasi dan satu untuk kanonisasi.
Ramos menghabiskan masa kecilnya di daerah kumuh Pasay. Di sana, dia bersama adik perempuannya mengeruk sampah untuk mencari sesuatu. Dia kemudian didiagnosis mengalami distrofi otot, penyakit genetik yang ditandai oleh kelemahan otot.
Tahun 2006, ia diselamatkan oleh Tulay ng Kabataan, sebuah LSM yang yang membantu anak-anak jalanan. Di situlah dia menemukan iman Katolik. Selama bertahun-tahun kondisi fisik Ramos memburuk. Meskipun demikian, dia dilaporkan meningkatkan semangat anak-anak lain dan pengasuhnya dengan cara dia menjalani penyakitnya.
Pastor De Gabore juga mengatakan, tiada hari berlalu tanpa anak itu meluangkan waktu untuk mempercayakan dirinya kepada Yesus. “Itulah sebabnya saya percaya dalam hatiku bahwa dia sudah berada di surga. Tetapi saya harus membuktikannya di pengadilan Gereja dan di dalam Gereja,” kata imam itu. (PEN@ Katolik/pcp berdasarkan laporan Roy Lagarde/CBCPNEWS)
Tuhan Yesus Memberkati. Lanjutkan pemberitaan Iman Katolik. Semakin menguatkan saya.