Jumat, Desember 27, 2024
26.2 C
Jakarta

Anak-anak Afghanistan belajar di “Sekolah Perdamaian” tentang perdamaian dan saling menerima

Sebuah ruang kelas di Kabul, Afghanistan, dekat dengan serangan bom mobil Taliban 2 Juli 2019 (Foto AFP)
Sebuah ruang kelas di Kabul, Afghanistan, dekat dengan serangan bom mobil Taliban 2 Juli 2019 (Foto AFP)

Sebuah sekolah negeri yang dimulai dengan bantuan Gereja Katolik di Afghanistan memberikan pendidikan kepada lebih dari 3.000 anak dan mengajarkan kepada mereka nilai-nilai perdamaian dan saling menerima serta saling menyambut.

“Tangi Kalay – Sekolah Perdamaian” di dekat Kabul, ibukota Afghanistan, yang dibantu pendiriannya di tahun 2005 oleh misionaris Barnabite, Italia, Pastor Giuseppe Moretti, kini menambah 10 kelas di gedung baru yang akan menampung 500 anak.

Pastor Giovanni Scalese dari Barnabite, yang saat ini memimpin “Missio sui iuris” Afghanistan, mengatakan kepada kantor berita Vatikan, Fides, bahwa penggalangan dana oleh Pastor Moretti memungkinkan pemenuhan permintaan kepala sekolah untuk menyiapkan 250 meja tulis dengan dua tempat duduk.

Pastor Moretti, 80, adalah Superior ‘Missio sui iuris’ Afghanisan sejak didirikan Mei 2002 hingga 2014, saat dia pensiun.

“Tangi Kalay – Sekolah Perdamaian” adalah sekolah negeri dengan program dan guru yang dipilih oleh pemerintah Afghanistan. Namun, sekolah itu hanya bisa beroperasi dengan bantuan pribadi, termasuk dari berbagai kontingen militer yang membantu menyediakan alat tulis serta bahan dan peralatan ilmu pengetahuan dan laboratorium informasi teknologi.

 

Setelah empat tahun, Pastor Moretti untuk sementara kembali ke Afghanistan dari Italia untuk menggantikan Pastor Scalese yang sedang liburan musim panas di bulan Juli.

“Ketika kami mengusulkan rencana liburan musim panas pada Pastor Moretti, dia menanggapi dengan sangat antusias,” kata Pastor Scalese kepada Fides. Semua yang mengenalnya, katanya, sangat gembira melihatnya lagi.

Sistem pendidikan Afghanistan hancur akibat konflik berkelanjutan selama lebih dari tiga dekade. Kini semakin banyak anak mendaftar untuk bersekolah. Namun, bagi banyak anak-anak di negara itu, khususnya yang tinggal di pedesaan dan anak perempuan, menyelesaikan sekolah dasar tetap merupakan mimpi yang jauh.

UNICEF, dana anak-anak PBB, memperkirakan 3,7 juta anak putus sekolah di Afghanistan – 60% dari mereka adalah perempuan.

“Jika kita ingin membangun perdamaian di negara seperti Afghanistan, kita harus mulai dengan sekolah, membentuk generasi-generasi baru,” kata Pastor Moretti kepada Vatican News baru-baru ini. “Ini perjalanan panjang tapi bisa,” katanya.

Islam diakui sebagai agama negara di Afghanistan dan pindah ke agama lain dianggap sebagai kejahatan murtad. Oleh karenanya, kegiatan-kegiatan amal kasih dan kemanusiaan bagi yang membutuhkan adalah satu-satunya pilihan bagi ‘Missio sui iuris’ Afghanistan.

 

Kehadiran Katolik di Afghanistan diizinkan awal abad kedua puluh sebagai bantuan spiritual sederhana dalam Kedutaan Besar Italia di Kabul. Afghanistan dinaikkan ke peringkat ‘Missio sui iuris’ tahun 2002 oleh Santo Paus Yohanes Paulus II. Saat ini misinya terus berpusat di Kedutaan Besar Italia dan dipimpin oleh Pastor Scalese.

Ada juga suster-suster Misionaris Cinta Kasih (MC) dari Bunda Teresa dari Calcutta dan organisasi non-pemerintah antarkongregasi yang disebut Pro Bambini di Kabul (untuk anak-anak Kabul, PBK) di ibukota Afghanistan. (PEN@ Katolik/pcp berdasarkan laporan Robin Gomes/Vatican News dengan sumber Fides)

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini