Cap Go Meh 2019 merupakan cerminan keberagaman di tanah air dan wujud Pancasila, karena mempertunjukkan sesuatu yang sangat inspiratif guna merajut kebersamaan. “Inilah Pancasila yang sebenarnya,” terlihat secara inspiratif di Kota Kotamobagu, kata Wakil Walikota Kotamobagu Nayodo Koerniawan, saat membuka Festival Budaya Cap Go Meh di Kotamobagu, 19 Februari 2019.
Menanggapi hal itu, Ketua ISKA Kotamobagu Herman Aray mengatakan kepada PEN@ Katolik bahwa benar di situ ada keragaman, karena “Umat Katolik keturunan Tionghoa yang berada di wilayah rohani Fransiskus Asisi dari Paroki Kristus Raja Kotamobagu juga ikut bersama warga keturunan Tionghoa lainnya dalam serangkaian perayaan Cap Go Meh.”
Dia mengamati bahwa keikutsertaan berbagai etnis dalam perayaan Cap Go Meh menjadi simbol penyatuan antaretnis di Kotamobagu. “Ini bukti bahwa tidak ada lagi perbedaan, semua boleh terlibat di dalam event tersebut,” kata Herman Aray.
Dia jua melihat Cap Go Meh sebagai simbol persaudaraan untuk menjalin kembali hubungan kekerabatan yang harmonis antara warga keturunan Tionghoa dengan warga lainnya di Kotamobagu.
“Cap Go Meh sungguh memperkuat hubungan antara warta etnis Tionghoa dengan warga etnis lokal seperti etnis Mongondow, Minahasa, Jawa dan Bali yang sudah lama terbangun,” kata Herman Aray. Dijelaskan, masyarakat Kotamobagu memiliki tradisi saling mengunjungi di saat hari raya, silaturahmi ke rumah kerabat. Warga Tionghoa di sana, lanjutnya, bebas menggelar budaya Tionghoa dan mementaskan atraksi barongsai.
Herman Aray berharap orang Katolik yang merayakan Imlek dapat memetik inti perayaan itu. “Perayaan Imlek adalah perayaan kehidupan untuk menghargai dan menghormati Tuhan Sang Pencipta, manusia dan alam ciptaan-Nya. Selain itu Imlek merupakan perayaan pendamaian, rekonsiliasi, dan harmoni antara manusia dengan Allah, manusia dengan sesama dan manusia dengan alam ciptaan-Nya.”
Selain itu, di Kotamobagu dia melihat Imlek menjadi sarana perwujudan adat istiadat untuk menjadikan manusia sebagai manusia bijak. “Selain perayaan syukur bersama dalam keluarga dan komunitas serta masyarakat, warga Tionghoa juga mewujudkan perayaan Imlek dengan berbagi kepada sesama yang miskin dan menderita,” kata Herman Aray. (PEN@ Katolik/michael)