Paus Fransiskus mendedikasikan katekese audiensi umum Rabu, 19 September, pada perintah keempat, “Hormatilah ibu-bapamu,” dengan mengatakan “Menghormati orangtua menyebabkan umur yang panjang yang bahagia.”
Kata “kebahagiaan” dalam Sepuluh Perintah Allah, tegas Paus, hanya muncul dalam kaitannya dengan orangtua. Sebenarnya, perintah keempat adalah sebuah janji, “supaya kalian berumur panjang dan hidup baik di tanah yang diberikan Tuhan, Allahmu, kepada kalian.”
Dengan bantuan ilmu pengetahuan manusia, kata Paus, “kami dapat memahami apakah seseorang bertumbuh dalam lingkungan yang sehat dan seimbang atau telah mengalami pengabaian atau kekerasan di masa kanak-kanak.”
Bapa Suci mengatakan, perintah keempat tidak mengharuskan ibu dan bapa menjadi sempurna, dan tidak berbicara tentang tugas anak-anak terlepas dari jasa orangtua mereka. Bahkan jika tidak semua orangtua baik dan tidak setiap anak senang, semua anak bisa bahagia, karena pencapaian hidup sepenuhnya dan bahagia tergantung pada bersyukur kepada mereka yang melahirkan.
Mengenai hal ini, Paus menunjuk beberapa contoh orang kudus dan orang Kristen yang meskipun masa kanak-kanaknya menyakitkan, namun bisa menjalani “kehidupan cemerlang,” berkat Yesus Kristus, mereka telah berdamai dengan kehidupan.
Salah satu contoh adalah Nunzio Sulprizio, orang Italia berusia 19 tahun, yang akan dinyatakan sebagai orang kudus bulan depan. “Dia meninggal dunia setelah terbebas dari banyak rasa sakit dan banyak hal, karena hatinya tenang dan dia tidak pernah menolak orangtuanya,” kata Paus.
Santo Camillus de Lellis yang membangun kehidupan cinta dan pelayanan dari masa kanak-kanak yang kacau, Santa Josephine Bakhita yang dibesarkan dalam perbudakan mengerikan, Beato Carlo Gnocchi sebagai seorang anak yatim piatu yang miskin, dan Santo Yohanes Paulus II yang kehilangan ibunya di usia dini.
Apa pun masa lalu seseorang, kata Paus, “perintah keempat memberi kita orientasi yang mengarah kepada Kristus yang di dalam-Nya Bapa yang sejati diperlihatkan, Bapa yang mengajak kita untuk “dilahirkan kembali dari tempat tinggi.” Oleh karena itu “teka-teki kehidupan kita tercerahkan kalau kita menemukan bahwa Tuhan selalu mempersiapkan kita untuk hidup sebagai anak-anak-Nya, di mana setiap tindakan adalah misi yang diterima dari-Nya.”
Karena rahmat, luka-luka kami mendapatkan kekuatan untuk menemukan bahwa pertanyaan yang sesungguhnya bukan lagi “mengapa”, tetapi “untuk siapa?” Jadi, lanjut Paus, “semuanya terbalik dan menjadi berharga dan konstruktif.”
Dalam terang cinta, lanjut Paus, “pengalaman kita yang menyedihkan dan menyakitkan menjadi sumber kesehatan bagi orang lain. Karenanya kita dapat mulai menghormati orangtua kita dengan kebebasan anak-anak dewasa dan menerima keterbatasan mereka dengan penuh belas kasih.”
Mengakhiri katekesenya, Paus Fransiskus mendesak orang Kristiani untuk mengunjungi orangtua mereka di masa tuanya, “dan jangan pernah menghina mereka dengan kata-kata jelek dan kasar, termasuk orangtua orang lain, karena mereka telah memberi kehidupan.”(PEN@ Katolik/pcp berdasarkan Vatican News)