Senin, Desember 23, 2024
29.1 C
Jakarta

Pastor Cornelis de Rooij MSC: OMK harus berani hadapi tantangan, tak boleh mengeluh

Pastor Cornelis de Rooij MSC

“Saya pesan kepada orang muda Katolik (OMK) untuk berani menghadapi tantangan dalam tugas pelayanan Gereja dan tidak boleh mengeluh. Kita punya otak, ada kaki, ada tangan dan ada mulut. Manfaatkan itu. OMK harus bekerja bersama, berbuat sesuatu bersama-sama, dan berpikir bersama.”

Misionaris terakhir tarekat Missionarii Sacratissimi Cordis Jesu (MSC) atau Misionaris Hati Kudus Yesus dari Negeri Belanda di Papua Selatan Pastor Cornelis de Rooij MSC berbicara dengan PEN@ Katolik di Biara MSC Merauke, 11 Agustus 2018, dalam rangka “113 Tahun Gereja Katolik di Papua Selatan” yang dirayakan 14 Agustus 2018.

Selain berpesan kepada OMK untuk mempertahankan semangat misionaris dalam mewartakan ajaran iman, pastor yang akrab dipanggil Pastor Kees itu berpesan agar OMK terus mengembangkan diri dalam sifat sosial dengan “berpikir bersama untuk berbuat bersama, bicara bersama untuk berbuat bersama.”

Menurutnya, OMK harus banyak memberikan diri untuk kepentingan bersama seperti yang dilakukan para misionaris. “OMK tak boleh bekerja untuk diri sendiri atau kepentingan pribadi, tapi berpikir positif dan bekerja bersama demi Gereja. Kalau ada kelompok orang yang ego-ego, tidak akan bisa jadi apa-apa. Ego itu harus dihilangkan.”

Dulu, rasa kebersamaan itu kuat, tapi sekarang banyak orang mau kaya, “jadi mulai urus diri sendiri dan akibatnya terjadi baku curi, baku mabuk dan lainnya,” cerita imam itu seraya meminta OMK bekerja bagi orang lain. “Ini dasar ajaran Yesus yaitu cinta kasih,” kata Pastor Kees seraya menyinggung sepak bola. “Tidak usah pikir jauh-jauh, sederhana saja. Kalau ada yang ego, tim akan tetap kalah. Tapi kalau bekerja sama, pasti hasilnya baik dan akan menang.”

Zaman modern lebih mudah, tegas Pastor Kees, karena kemajuan teknologi memberi banyak fasilitas penunjang bagi OMK. “Dulu sangat berat, misionaris harus jalan kaki untuk melayani umat. Tapi kita lakukan saja, tidak pernah mengeluh. Banyak tantangan dihadapi, baik soal makan dan medan yang cukup sulit, namun semuanya tidak terasa berat karena dilakukan dengan semangat dan hati bersih,” kata Pastor Kees seraya menambahkan bahwa kegembiraan yang didapatnya bersama orang Papua “membuat saya merasa tidak ada tantangan yang sulit dalam hidup saya.”

Para misionaris dulu bukan datang dengan intelektualitas tinggi, melainkan sebagai gembala. “yang memberikan hidupnya secara penuh agar memajukan orang Papua baik dalam hal rohani maupun jasmani,” tegas imam itu.

Pastor Kees menyebut Pastor Petrus Vertenten MSC (1884-1946), yang mendatangkan orang dari Belanda untuk menyembuhkan penyakit yang membunuh banyak orang Marind (penduduk asli Merauke) sekitar tahun 1920-an. “Misionaris dulu memang datang untuk mati di sini, mereka bekerja untuk orang Papua. Banyak misionaris yang mati, tapi mereka merasa seperti manusia Yesus yang hadir di tengah orang Papua. Meski banyak tantangan, misionaris berjuang memajukan orang Papua dan itu butuh proses panjang.”

Menurut Pastor Kees, misionaris tidak hanya memperhatikan hal agama, tapi juga pendidikan, kesehatan dan ekonomi. “Dulu misionaris membuat pelatihan pertanian, pertukangan dan lainnya. Jadi misionaris datang membuat umat Papua menjadi manusia seperti di daerah lain. Jangan ketinggalan dan jangan terjadi seperti nasib orang Indian di Amerika,” lanjut imam itu.

“Kami sebagai misionaris berkemauan keras untuk memperhatikan orang Papua. Ini dasar misionaris dulu dan saya teruskan perjuangan mereka sampai hari ini,” tegas Pastor Kees.

Pria kelahiran Tilburg, Belanda, 26 April 1941 itu, memulai karyanya di Keuskupan Agung Merauke tahun 1969. Pertama kali imam itu ditugaskan di Distrik Ninati, Kabupaten Boven Digoel hingga 1979, lalu dipindahkan ke Getentiri, Distrik Jair, kabupaten yang sama 1980-2006. Dalam tugas itu imam itu pernah menjadi Pastor Dekan Mindiptanah 1992-1998.

Pastor Kees, yang kini melayani umat di beberapa stasi dan sibuk dengan berbagai kegiatan sosial dan pernah mendirikan panti bagi anak-anak yang terjangkit HIV/AIDS itu mengatakan, “Saya tinggal menunggu pensiun. Setelah pensiun saya akan kembali ke Belanda.” (Yakobus Maturbongs)

Artikel Terkait:

Peristiwa 108 tahun Injil masuk Papua Selatan ajak umat jadi misionaris

Perda Merauke sebagai Gerbang Hati Kudus Yesus hormati karya misionaris MSC

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini