Ketika para Uskup Nikaragua bertemu untuk memutuskan apakah akan melanjutkan mediasi Proses Dialog Nasional di tengah krisis politik dan sosial yang memburuk, pada hari Minggu 22 Juli 2018, Presiden Konferensi Waligereja Nikaragua yang juga ketua Komisi Dialog Nasional, Kardinal Leopoldo Brenes Solorzano, mengatakan bahwa Gereja Katolik di berbagai belahan dunia sedang dianiaya , termasuk di negaranya, yang sedang dianiaya oleh rezim Presiden Daniel Ortega.
Kecaman kardinal itu disampaikan saat seluruh benua Amerika Latin bersatu untuk berdoa bagi perdamaian di Nikaragua. Di sana, seperti dilaporkan oleh Linda Bordoni dari Vatican News, kerusuhan dan kekerasan politik telah menewaskan lebih dari 360 orang sejak pertengahan April dan penahanan lebih banyak orang.
Menurut Kardinal Brenes, “Gereja selalu mengalami penganiayaan” dan karena itu “Kami tidak asing lagi” dengan kenyataan ini. Saat ini, lanjut kardinal itu, dia dan teman-teman uskup sedang berdebat apakah akan terus ikut dalam Proses Dialog Nasional. Presiden negara itu bahkan menuduh para uskup berperilaku seperti “komplotan kudeta.”
Sejak aksi unjuk rasa damai yang dipimpin mahasiswa untuk menentang penghukuman reformasi kesejahteraan sosial berubah menjadi bentrokan besar dengan pasukan paramiliter dan polisi menembakkan peluru tajam, setidaknya terjadi tujuh episode pencemaran di gereja-gereja dan beberapa serangan terhadap para uskup dan perwakilan gereja.
Serangan terhadap Gereja Katolik dimulai setelah keuskupan meminta Ortega untuk mengantisipasi pemilihan yang dijadwalkan tahun 2021 menjadi Maret 2019 guna mengakhiri krisis sosial dan politik.
Paus Fransiskus menyatakan sungguh-sungguh memperhatikan dan memikirkan situasi di negara itu dan ikut prihatin bersama para uskup di negara itu. Ketika berbicara setelah Doa Malaikat Tuhan tanggal 3 Juni, Paus menyerukan untuk mengakhiri semua kekerasan dan berdoa bagi para korban dan keluarga-keluarga mereka.
Gereja, kata Paus, selalu mendukung dialog tetapi “perlu keterlibatan aktif dalam menghormati kebebasan dan, di atas segalanya, kehidupan.”
Sementara itu, Asosiasi Hak Asasi Manusia Nikaragua menuduh pendukung pemerintah Nikaragua “tidak peka terhadap rasa sakit”.
Mereka mengklaim para ibu dari para pemerotes yang ditahan di penjara El Chipote di Managua sedang diintimidasi sementara para tahanan sendiri sedang disiksa.
Komisi Hak Asasi Manusia Antar-Amerika juga mengecam “pembunuhan, pembunuhan di luar hukum, penganiayaan, penyiksaan dan penahanan sewenang-wenang yang dilakukan terhadap mayoritas warga muda negara itu.” Pemerintah Nikaragua menolak tuduhan itu.
Protes terhadap Ortega dan istrinya, Wakil Presiden Rosario Murillo, dimulai 18 April karena kegagalan reformasi jaminan sosial. Protes itu berubah menjadi permintaan pengunduran Presiden itu, setelah sebelas tahun berkuasa, atas tuduhan penyalahgunaan dan korupsi. (pcp berdasarkan Vatican News)
Artikel Terkait:
Gereja merundingkan gencatan senjata sementara di Nikaragua