Pada Misa Hari Raya Santo Petrus dan Santo Paulus di Lapangan Santo Petrus, Roma, 29 Juni 2018, Paus Fransiskus mendesak umat Katolik untuk tidak menjadi batu sandungan di jalan Kristus, Yang Terurapi, yang kemuliaan-Nya tidak dapat dipisahkan dari salib-Nya.
“Dengan tidak memisahkan kemuliaan-Nya dari salib-Nya, Yesus ingin membebaskan murid-murid-Nya, Gereja-Nya, dari bentuk-bentuk kosong triumphalisme: bentuk-bentuk cinta, pelayanan, belas kasihan yang kosong, kosong manusia,” kata Paus dalam homilinya seperti dilaporkan oleh Robin Gomes dari Vatican News.
Dalam Misa untuk memperingati dua orang kudus yang menjadi pelindung Roma, yang bersama-sama menjadi martir di Kota Abadi itu, Paus juga memberkati pallium yang akan dikirim kepada 30 uskup agung metropolitan yang baru ditunjuknya di seluruh dunia dalam setahun terakhir.
Pallium adalah pita wol putih yang dipakai para uskup agung metropolitan di sekitar bahu mereka sebagai simbol otoritas dan persatuan mereka dengan Paus. Dalam satu keuskupan agung metropolitan dikelompokkan bersama keuskupan-keuskupan suffragan untuk membentuk wilayah geografis Gereja.
Paus memusatkan homili pada Injil Markus tentang pengakuan iman Santo Petrus kepada Yesus ketika mengatakan, “Engkau adalah Kristus, Anak Allah yang hidup.” Paus mengatakan, Petrus telah melihat bagaimana Yesus “mengurapi” umat-Nya dengan harapan, sambil berjalan dari desa ke desa dengan satu tujuan yakni menyelamatkan dan menolong mereka yang dianggap hilang, mati, sakit, terluka dan bertobat.
Paus asal Argentina itu mengatakan, “Orang Yang Diurapi Tuhan terus membawa cinta dan belas kasih Bapa sampai akhir.” Paus juga mengatakan, “Kasih yang penuh belas kasih menuntut agar kita juga pergi ke setiap sudut kehidupan, untuk menjangkau semua orang, meskipun ini mungkin merugikan ‘nama baik’ kita, kenyamanan kita, status kita … bahkan kemartiran.”
Ketika Petrus tidak dapat menerima bahwa Yesus harus mati, ungkap Paus, dia menjadi musuh Tuhan dan “batu sandungan di jalan Mesias.” Kehidupan dan pengakuan iman Petrus, lanjut Bapa Suci, “juga berarti belajar mengenali cobaan-cobaan yang akan menyertai kehidupan setiap murid.”
Seperti Petrus, kata Paus, kita akan selalu tergoda untuk mendengar “bisikan” si jahat, yang akan menjadi batu sandungan bagi misi. Iblis, jelas Paus, menggoda dengan “berbisik” dari persembunyian, karena seperti seorang munafik dia ingin tetap tersembunyi dan tidak ditemukan.
Ikut bersama dalam pengurapan Kristus, juga berarti ikut bersama dalam kemuliaan-Nya, yang adalah salib-Nya. “Dalam Yesus,” kata Paus, “kemuliaan dan salib berjalan bersama; mereka tidak dapat dipisahkan.”
Paus menjelaskan, di saat kita menolak salib, meskipun kita dapat mencapai tingginya kemuliaan, kita akan membodohi diri sendiri, karena itu bukan kemuliaan Tuhan, tetapi jerat musuh.
Menurut Paus, kita sering merasakan godaan untuk menjadi orang Kristen dengan tetap menjaga jarak dari luka-luka Tuhan. Yesus menyentuh kesengsaraan manusia dan Dia meminta kepada kita untuk ikut bersama Dia menyentuh penderitaan tubuh orang lain yang menderita.(pcp berdasarkan Vatican News)