Padre Marco Solo SVD
Selasa pagi, 19 Juni 2018, saya dikejutkan dengan tiga pesan WA: Paus sakit berat. Minta doa sampai 10 juta kali Salam Maria. Foto Paus Fransiskus yang jatuh saat Misa di Jasna Gora, Polandia tahun 2016 digandeng dengan berita sakitnya tadi. Ketika membaca target 10 juta kali Salam Maria, saya mulai ragu. Bagi yang sudah familiar dengan internet, ini bukan hal baru. Banyak orang menyebar petisi online dengan target angka tertentu, supaya bisa menekan atau memaksa pihak pengambil keputusan untuk mengambil aksi tertentu atau merubah tujuan. Ada lagi yang mengarang berita lalu meminta penerima untuk meneruskannya sampai kesekian jumlah sahabat lain, dan dengan itu akan menerima pahala yang tidak bisa disebutkan sebelumnya. Macam-macamlah.
Setelah membaca berita di atas, saya langsung tidak yakin. Tadi malam pukul 19.30 saya masih mondar-mandir di depan rumahnya. Tidak ada berita sakitnya. Selain tidak ada sumber jelas pada berita WA itu, aneh juga ada tuntutan untuk memenuhi angka 10 juta kali Salam Maria. Masa’ Tuhan bisa ditekan atau dipaksa untuk menyembuhkan Paus dengan 10 juta kali Salam Maria! Apakah Tuhan sendiri yang menentukan angka itu? Kalau ya, Tuhan mengatakannya kepada siapa? Apakah ada sumber tertulis? Bukankah Yesus pernah berkata, “Kalau Anda ingin berdoa, janganlah bertele-tele. Tuhan tahu apa isi hatimu.” Lalu kita diberikan doa Bapa Kami dalam rumusan yang pendek dan padat. Yesus juga tidak mengatakan supaya kita mengulang-ulang doa Bapa Kami hingga angka tertentu kalau kita mau supaya permohonan kita dikabulkan-Nya. Bukankah Tuhan itu Mahatahu, Mahapendengar, Mahabijaksana dan Mahasegala-galanya, yang hanya ingin mendengar doa yang muncul dari hati yang tulus ikhlas, penuh keimanan dan penyerahan diri yang total?
Saya start mobil ke Kantor di Vatikan. Cuaca indah pagi ini. Sekitar 20 derajat Celsius. Pukul 07.45 saya lewat di depan Domus Santa Marta, rumah kediaman Paus. Serdadu Swiss dan Tentara Vatikan berjaga seperti biasa di pintu rumah. Beberapa umat berpenampilan rapi keluar beriringan dari pintu rumah itu. Saya teringat lagi berita WA dari beberapa orang dari Indonesia dan satu dari Roma: Paus sakit berat, minta doa 10 juta kali Salam Maria. Saya berlari pelan sekitar 50 meter lalu berhenti, menanti sepasang suami istri bersama dua anak kecil yang sedang berjalan keluar dari pintu Rumah Paus.
Saya keluar dari mobil. Keluarga muda itu berjalan saling bergandengan tangan dan anak-anaknya meloncat-loncat tanda kegirangan. Saya menyalami mereka dalam bahasa Italia. Mereka menjawab juga dalam bahasa Italia tetapi saya langsung mengetahui kalau mereka pengguna bahasa Jerman. Ternyata benar. Mereka berasal dari Swiss. Saya bertanya, “Saya melihat Anda baru saja keluar dari Rumah Paus. Apakah Anda tinggal di sana? Mereka menggeleng kepala dan menjawab: Kami mendapat kehormatan untuk boleh Misa bersama Paus pagi ini dan baru saja selesai.” Saya bertanya lagi sekedar ingin konfirmasi: “Benar?” Mereka menjawab: “Ya, benar. Misa baru saja selesai dan kami mendapat berkat Paus. Oleh karena itu kami semua masih sangat bahagia saat ini.”
“Oh ya?” Saya menjawab sambil memuji mereka. Saya teruskan, “Tadi pagi beberapa WA masuk, katanya Paus sedang sakit berat dan kita diminta berdoa sampai 10 juta kali Salam Maria.” Mereka tertawa. “Ah, itu fake news,” kata mereka serempak. “Paus baik-baik saja. Kami tidak menemukan tanda-tanda kalau beliau sakit. Fake news!”
Pada saat yang sama WA dari Ajudan Paus dan seorang teman yang tinggal di rumah Paus masuk ke HP saya. Keduanya mengatakan hal yang sama. “Jangan percaya. Itu fake news. Paus baik-baik saja,” tulisnya.
Ketelitian dan sikap kritis dalam membaca dan mencernakan berita, disertai dengan cross-check sebelum menyebarkannya, adalah sebuah sikap yang bijaksana untuk tidak turut menyebarkan hoax atau fake news atau malah diri sendiri ikut tertipu. Paus tentu bukan mesin yang tidak akan sakit. Beliau juga manusia seperti kita dan bisa jatuh sakit. Tetapi menyebarkan berita palsu itu tidak etis. Mari kita tetap berdoa untuk beliau dengan cara yang wajar. Salam. ***