Minggu, Oktober 13, 2024
27.3 C
Jakarta

Suster Fox yang diusir dari Filipina jadi emosional dan mencela proses tidak tepat

Suster Patricia Fox mengusap air matanya ketika para pendukungnya memberi bunga kepadanya saat dalam sebuah acara penghormatan yang dilaksanakan para pendukungnya di Manila, 30 April 2018. ROY LAGARDE
Suster Patricia Fox mengusap air matanya ketika para pendukungnya memberi bunga kepadanya saat dalam sebuah acara penghormatan yang dilaksanakan para pendukungnya di Manila, 30 April 2018. ROY LAGARDE

Suster Patricia Fox, yang biasa tersenyum dan ringan hati, menangis hari Kamis, 24 Mei 2018, saat mengungkapkan kekecewaan atas perintah tegas pemerintah agar dia tinggalkan Filipina. Biarawati Australia itu bisa segera dipaksa tinggalkan negara itu akhir pekan ini karena sehari sebelumnya Kantor Imigrasi menolak seruannya untuk diizinkan tinggal.

Suster Fox harus kecewa dan menyebut kasusnya “tidak ditangani dengan proses yang tepat.” Seraya mengusap air mata, suster itu mengaku sedang mempersiapkan diri kalau hal terburuk yang terjadi, “tetapi saya berharap yang terbaik. Saya berharap proses yang benar.”

Di hari itu, Kantor Imigrasi menegaskan kembali perintahnya untuk mencabut visa misionaris Suster Fox yang diduga oleh Presiden Rodrigo Duterte terlibat dalam kegiatan politik dan menjelek-jelekkan pemerintahannya.

Biarawati berusia 71 tahun itu mengaku ikut beberapa pertemuan tetapi mengatakan pertemuan-pertemuan itu bukanlah “kegiatan politik partisan.” Suster itu menegaskan tidak menemukan kesalahan untuk bergabung dengan petani, pekerja, dan masyarakat adat seraya memperjuangkan hak-hak mereka. “Misionaris harus membela martabat manusia,” kata Suster Fox. “Itulah tempat di mana orang-orang Gereja seharusnya berada, bersama orang-orang yang berjuang demi hak-hak mereka.”

Tanggal 16 April 2018, Kantor Imigrasi menahan Suster Fox menyusul keikutsertaannya dalam sebuah misi pencarian fakta internasional di Mindanao yang memeriksa situasi hak asasi manusia di wilayah yang saat ini berada di bawah undang-undang darurat militer itu.

Biarawati itu dilepaskan keesokan harinya setelah dia menyerahkan paspornya seraya menunggu penyelidikan lebih lanjut. Seminggu kemudian, kantor itu menurunkan visanya dari via misionaris jadi visa pengunjung sementara dan memerintahkannya untuk meninggalkan negeri itu dalam 30 hari. Perintah itu akan berakhir tanggal 25 Mei 2018.

“Jika ini terjadi pada saya, saya terus memikirkan berapa banyak lagi orang-orang yang saya ajak bicara di Mindanao: para pekerja dan keluarga-keluarga dari orang-orang yang terbunuh,” kata suster itu. “Mereka perlu keluar dari situasi ini karena mereka tidak diperlakukan sesuai martabat mereka sebagai manusia,” lanjut Suster Fox.

Suster Fox mengatakan dia berubah menjadi emosional karena dukungan yang mengalir, tidak hanya dari Gereja, tetapi juga dari berbagai sektor masyarakat. “Itulah sebabnya pikiran untuk pergi sangat sulit,” tegas suster itu seraya mengenang orang-orang yang mengatakan mereka tindak ingin dia pergi.

Pengacara Jobert Pahilga, yang merupakan penasihat Suster Fox, mengatakan akan mengajukan banding atas perintah terbaru Kantor Imigrasi di hadapan Departemen Kehakiman pada hari Jumat, 25 Mei 2018.

Dia menegaskan kembali bahwa keluhan bahwa Suster Fox terlibat dalam kegiatan-kegiatan politik tidak memiliki dasar fakta dan hukum. “Kami telah memperkirakan bahwa Kantor Imigrasi akan menolak mosi untuk peninjauan kembali. Itulah sebabnya minggu lalu, kami telah menyiapkan permohonan banding,” katanya.

Pahilga juga mengatakan, meskipun Kantor Imigrasi menyatakan perintahnya sudah final dan perlu dilaksanakan, Suster Fox tidak dilarang untuk mengajukan banding ke Departemen Kehakiman. Menurut Peraturan Prosedur Kantor Imigrasi 2015, perintah membatalkan visa seseorang akan efektif 15 hari setelah menerima perintah tersebut, dan perintah itu ditarik dengan pengajuan mosi peninjauan kembali dan dengan pengajuan banding berikutnya.

“Jadi, perintah itu tidak segera dieksekusi seperti klaim Kantor Imigrasi,” kata Pahilga.(pcp berdasarkan laporan CBCPNews yang ditulis oleh Roy Lagarde dari Manila, Filipina, 24 Mei 2018)

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini