Para pemimpin kedua negara, yang secara teknis masih berperang satu sama lain, setuju untuk mengupayakan denuklirisasi atau penghapusan penggunaan senjata nuklir, kerjasama ekonomi, penyatuan kembali keluarga-keluarga di semenanjung yang terpisah, hingga perjanjian damai yang definitif.
Terobosan itu terjadi hari Jumat, 27 April 2018, dalam pertemuan tingkat tinggi yang berlangsung di perbatasan yang sangat ketat dijaga oleh militer antara kedua negara itu. Pertemuan itu, menurut laporan Alastair Wanklyn dari Vatican News, menandai pertemuan pertama antara para pemimpin Korea Utara dan Korea Selatan dalam lebih dari satu dekade.
Pertemuan itu tampaknya berjalan lebih baik dari yang direncanakan, ketika pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in berjabat tangan di perbatasan, dan kemudian masing-masing melangkah ke wilayah lain. Ini pertama kalinya bagi pemimpin Korea Utara untuk mengunjungi Korea Selatan dan Kim mengatakan dia ingin mengakhiri sejarah konfrontasi.
Dalam pernyataan bersama, para pemimpin itu mengatakan akan berupaya menyingkirkan senjata nuklir, yang tampaknya termasuk senjata yang Korea Utara tunjukkan dalam uji coba nuklir dan peluncuran rudal. Mereka tidak menetapkan jadwal untuk ini tetapi mengatakan akan meminta bantuan negara-negara lain.
Kim dan Moon menghabiskan beberapa jam bersama, dan berbicara secara pribadi sekitar 30 menit. Mereka berbicara tentang penyatuan kembali keluarga-keluarga yang terpisah karena Perang Korea dan kelanjutan kerja sama ekonomi. Kim tampaknya mengacu pada kondisi jelek jalan-jalan di Utara, dan mengatakan para pejabatnya iri dengan rel kereta api Selatan.
Sementara itu Konferensi Waligereja Korea menyambut baik pertemuan itu dan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pertemuan itu merupakan “kesempatan berharga” yang Tuhan berikan kepada orang Korea dalam menjawab doa-doa mereka. Selama berbulan-bulan, Gereja di Korea Selatan berdoa setiap malam untuk perdamaian. Karena itu, para uskup mengatakan, “sesuatu yang ajaib sedang terjadi di negeri ini.”
Alasannya, pertemuan itu tampaknya mustahil, ketika tahun lalu Pyongyang dan Presiden Amerika Serikat saling mengejek dengan ancaman nuklir. Kemudian, di bulan Januari, Kim mengatakan dia terbuka untuk berbicara. Dalam beberapa minggu, atlet-atlet Korea berbaris di bawah satu bendera dalam Olimpiade Musim Dingin.(paul c pati berdasarkan Vatican News)