Minggu Kedua Prapaskah
25 Februari 2018
Markus 9: 2-10
Lalu Elia menampakkan diri kepada mereka bersama dengan Musa, dan mereka bercakap-cakap dengan Yesus. (Mrk 9: 4)
Frater Valentinus Bayuhadi Ruseno OP
Kita memasuki hari Minggu kedua dalam masa Prapaskah, dan kita membaca dari Injil bahwa Yesus diubah rupa di hadapan ketiga murid-Nya di atas gunung. Kita mungkin bertanya-tanya mengapa Gereja memilih bacaan ini untuk masa Prapaskah? Musim ini dikaitkan dengan suasana pertobatan dan mati raga, dan kita pun diajak untuk mengintensifkan doa, puasa, dan pantangan. Namun, kita memiliki bacaan yang menggambarkan kemuliaan Yesus di bumi, dan ini pastinya membawa pengalaman yang sangat meneguhkan bagi ketiga murid tersebut. Rasanya bacaan ini tidak begitu tepat untuk masa Prapaskah ini. Benarkah demikian?
Ketika Yesus berubah rupa, dua tokoh besar Israel, Musa, dan Elia datang dan berbicara dengan Yesus. Dua tokoh tersebut mewakili dua pilar dasar kehidupan religius Israel: Hukum dan Nabi. Namun, melihat dari dekat kisah orang-orang hebat ini, kita mungkin menemukan beberapa fakta menarik. Musa melihat semak duri yang terbakar di Gunung Horeb dan menerima nama suci Allah Israel (Kel 3). Dia juga berpuasa selama 40 hari sebelum dia menerima Hukum Taurat dari Allah di gunung Sinai (Kel 34:28). Elia sendiri berpuasa ketika dia berjalan 40 hari untuk melihat Tuhan di gunung Horeb (1 Raja 19:8). Keduanya mendaki gunung untuk berjumpa Tuhan dan menerima misi mereka di sana. Seperti mereka, Yesus berpuasa selama 40 hari di padang gurun dan naik ke gunung untuk mendengarkan suara yang menguatkan dari Bapa-Nya.
Namun, gunung kudus tidak hanya membawa mereka ke pertemuan bahagia dengan Yang Ilahi, namun juga mengungkapkan misi yang mengubah hidup mereka. Di Horeb, Musa menerima tugas untuk membebaskan orang Israel dari perbudakan Mesir. Sebagai akibatnya, dia harus berurusan dengan Firaun yang kejam dan keras kepala. Tidak hanya dengan Firaun, tapi Musa juga harus bersabar dengan bangsanya sendiri, Israel yang terus mengeluh dan menyalahkan Musa karena telah membawa mereka keluar dari Mesir. Elia menerima tugas untuk mengurapi Hazael sebagai raja Aram, Yehu sebagai raja Israel, dan Elisa sebagai seorang nabi. Turun ke gunung juga berarti Elia sekali lagi berurusan dengan Ahab, raja Israel, dan ratunya, Izebel yang penuh dendam dan kejam. Sewaktu Yesus meninggalkan gunung, Dia mengatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Dia harus menderita dan mati di kayu salib. Dari gunung transfigurasi, Yesus memulai jalan salib-Nya yang panjang, dan berjalan menuju gunung berikutnya, Kalvari.
Dengan Injil hari ini, Gereja mengingatkan kita bahwa transfigurasi berhubungan erat dengan sengsara dan kebangkitan Yesus. Jadi, tidak salah jika bacaan ini di tempatkan dalam konteks Prapaskah. Seperti Yesus dan murid-murid-Nya, kita juga memiliki momen-momen transfigurasi kita. Di situlah kita berjumpa Tuhan, dan kehadiran-Nya memenuhi kita dengan sukacita. Seorang sahabat menceritakan pengalamannya tentang kedamaian yang tak terduga saat dia mengunjungi Sakramen Mahakudus. Dia sering mengunjungi Kapel Adorasi, namun baru pada hari itu, dia bertemu dengan Tuhan yang sangat hidup di dalam hatinya. Itu adalah hari ketika dia kehilangan pekerjaannya, bertengkar hebat dengan istrinya, dan ayahnya sakit serius. Meskipun ia ingin bertahan selamanya dalam pengalaman damai itu, ia kemudian menyadari bahwa ia harus kembali ke kehidupannya dan bergulat dengan masalah-masalah di depannya. Dia memiliki sebuah misi, dan dia harus meneruskan jalan salibnya. Kita memiliki transfigurasi kita sendiri dan membiarkan momen berharga ini memberdayakan kita untuk membawa salib kita sehari-hari.
Sesat dan salah kaprah