Lukas Awi Tristanto
“Tangan kanan-Mu, Tuhan, mulia karena kekuasaan-Mu (Bdk Keluaran 15:1-21)” menjadi tema Pekan Doa se-Dunia untuk Persatuan Umat Kristiani 2018. Tema tersebut digumuli dalam refleksi dan doa selama satu pekan, 18-25 Januari 2018.
Ketua Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang (Komisi HAK KAS) Pastor Aloys Budi Purnomo Pr menjelaskan, tema itu lahir berdasarkan pengalaman konkret umat dan masyarakat di Karibia. Saat ini umat Kristiani dan masyarakat Karibia dari berbagai tradisi melihat tangan Tuhan aktif berkarya membebaskan mereka dari belenggu penjajahan dan perbudakan. Mereka mengalami tindakan penyelamatan Tuhan yang membawa kebebasan.
Karena itulah nyanyian Musa dan Miriam (Kel 15: 1-21) yang merupakan nyanyian kemenangan atas penindasan, dijadikan tema pekan doa itu untuk 2018. Tema ini telah diangkat dalam himne “The Right Hand of God” yang ditulis dalam sebuah lokakarya Konferensi Gereja-Gereja di Karibia bulan Agustus 1981, dan telah menjadi “lagu kebangsaan” gerakan ekumenis di wilayah itu, yang diterjemahkan ke dalam sejumlah bahasa berbeda.
Tangan kanan Tuhanlah yang membawa orang keluar dari perbudakan, memberi harapan dan keberanian yang terus-menerus kepada umat-Nya. Itulah yang terus membawa harapan kepada umat dan masyarakat di Karibia. Dalam menyaksikan harapan bersama ini, Gereja-Gereja bekerja sama untuk melayani semua orang di wilayah itu, terutama yang paling rentan dan terbengkalai.
Dalam kata-kata nyanyian rohani, “tangan kanan Allah sedang menanam di tanah kita, menanam benih kebebasan, harapan dan cinta”, mereka mengalami tangan kanan Tuhan yang menyelamatkan.
Berdasarkan pengalaman itulah, maka dalam rangka pekan doa 2018, Dewan Kepausan untuk Persatuan Umat Kristiani (Vatikan, Katolik Roma) dan Komisi Iman dan Hukum Dewan Gereja-Gereja se-Dunia (Gereja-Gereja Protestan) bekerjasama mempersiapkan bahan-bahan renungan yang dibagikan kepada umat Kristiani.
Bahan-bahan itu kemudian diterbitkan sesuai situasi dan konteks pengalaman di Indonesia dalam rupa booklet dan brosur untuk didistribusikan ke paroki-paroki, komunitas-komunitas religius serta gereja-gereja Kristen.
Selain mendoakan secara pribadi maupun bersama di gereja atau pun komunitas-komunitas religius, ibadah ekumene dalam rangka pekan doa itu pun digelar atas kerja sama Komisi HAK KAS maupun Komisi HAK Kevikepan di wilayah KAS dengan kerja sama gereja-gereja Kristen setempat.
Semakin berkembang
Gerakan Pekan Doa se-Dunia untuk Persatuan Umat Kristiani makin berkembang di KAS. Hal ini terlihat dengan banyaknya gereja-gereja yang mulai merintis gerakan itu. Komisi HAK KAS dan Komisi HAK Kevikepan Semarang bekerja sama dengan Persekutuan Gereja-Gereja Kota Semarang (PGKS) membuka ibadah ekumene di kota Semarang 18 Januari 2018. Ibadah di Gereja Santo Athanasius Agung Semarang itu dihadiri 14 pendeta dan 11 imam Katolik serta umat setempat.
Tanggal 22 Januari 2018, ibadah ekumene diselenggarakan di GKI Gereformeerd Semarang yang dihadiri 4 imam Katolik dan 16 pendeta serta umat dari berbagai gereja. Tanggal 25 Januari 2018 penutupan ibadah ekumene diselenggarakan di Gereja Santa Theresia Bongsari yang dihadiri 12 pendeta dan 8 imam Katolik dan dilanjutkan dengan pentas seni dan talk show tentang “Beragama dalam Masyarakat Plural”.
Di beberapa tempat di wilayah Kevikepan Semarang juga diadakan kegiatan serupa seperti di Gereja Paroki Gubug yang dihadiri 7 pendeta dan 1 imam Katolik tanggal 25 Januari 2018. Hari itu juga di Ungaran, ibadah Ekumene yang diselenggarakan di Gereja Kristus Raja Semesta Alam dihadiri 12 pendeta dan 2 imam Katolik. Di Salatiga ibadah ekumene diselenggarakan di Gereja Kristen Muria Indonesia, 22 Januari 2018.
Di Kevikepan Yogyakarta, ibadah ekumene diselenggarakan di Gereja Santo Fransiskus Xaverius Kidul Loji yang dihadiri 10 imam Katolik dan 7 pendeta, 24 Januari 2018. Di Kevikepan Surakarta ibadah ekumene dihadiri 2 imam Katolik dan 2 pendeta, 20 Januari 2018. Di wilayah yang sama yakni di Gereja Santa Perawan Maria Wedi Klaten, ibadah ekumene dihadiri 1 imam Katolik dan 7 pendeta, 25 Januari 2018. Di Kevikepan Kedu, ibadah ekumene di adakan di Gereja Santo Rafael Kalinegoro, Pancaarga Magelang yang dihadiri 8 imam Katolik dan 5 pendeta, 23 Januari 2018.
Ibadah ekumene dalam rangka pekan doa itu kini mendapat sambutan yang baik dari para pendeta, imam Katolik, umat dari berbagai gereja, bahkan sejumlah biarawan dan biarawati.
Dalam ibadah ekumene di GKI Gereformeerd Semarang, 22 Januari 2018, Pastor Eduardus Didik Chahyono SJ mengaku menemukan banyak orang yang dengan sangat otentik mengupayakan persatuan umat kristiani. Lebih lanjut, imam dari Gereja Santa Theresia Bongsari itu mengajak semua pihak melalui kerja sama ekumenis untuk melakukan terobosan-terobosan supaya semakin dirasakan bagi banyak orang. “Mari kita menyadari bersama, membuat aktivitas-aktivitas yang sungguh bisa mewujudkan Kerajaan Allah di dunia ini,” ajak imam itu.
Sedangkan dalam ibadah ekumene di Gereja Santa Theresia Bongsari, Pendeta Joko Wibowo dari Gereja Kristen Jawa mengatakan bahwa dalam persatuan umat Allah dipanggil untuk melakukan karya nyata kebaikan. “Paling tidak, kebaikan yang boleh kita lakukan adalah bergandengan tangan dengan saudara-saudara kita dalam sebuah kebersamaan. Ketika kita dengan rela mampu memegang tangan saudara kita yang lemah, itulah sebuah persatuan, itulah sebuah kebersamaan, dan itulah sebuah karya bersama,” tegasnya.
Selaras dengan RIKAS 2016-2035
Menurut Pastor Budi, tema pekan doa 2018 selaras dengan Rencana Induk Keuskupan Agung Semarang (RIKAS) 2016-2035 dan ARDAS KAS 2016-2020 yang mengajak kita semua “untuk mewujudkan Peradaban Kasih dalam Masyarakat Indonesia yang Sejahtera, Bermartabat dan Beriman dengan menjadi Gereja yang inklusif, inovatif dan transformatif.”
Dalam arti tertentu, kita pun mengalami belenggu penindasan dalam wujud bahaya kekerasan, kemiskinan, korupsi dan bencana alam yang belakangan ini masih terjadi di negeri kita,” kata imam itu seraya berharap agar umat Allah, kian hari, kian membangun peradaban kasih di antara umat Kristiani dan kemudian meluas mengakar di antara semua umat manusia dalam kehidupan yang rukun, bersatu bahagia, sejahtera dan bermartabat.
“Selamat menjadi duta-duta yang menghadirkan tangan kanan Tuhan yang menyelamatkan di tengah masyarakat yang ditandai realitas multikultural beragam dan majemuk ini dengan mengedepankan kasih-Nya melalui kehidupan kita yang rapuh ini,” kata pastor Budi yang menegaskan bahwa kita semua dipanggil dan diutus untuk menghadirkan tangan kanan Tuhan yang menyelamatkan “dengan menjadi pembawa damai dan tak lelah merajut persaudaraan sejati dengan siapa saja.”***