Sesuai tradisi, Paus Fransiskus memimpin ibadah sore ekumenis di Basilika Santo Paulus di Luar Tembok untuk mengakhiri Pekan Doa untuk Persatuan Umat Kristiani yang bertepatan dengan Hari Raya Pertobatan Santo Paulus, 25 Januari 2018.
Dalam pelayanan liturgi itu, seperti dilaporkan oleh Christopher Wells dari Vatican News, seorang menyanyikan pembacaan dari Kitab Keluaran yakni “Nyanyian Musa dan Miriam, yang oleh Paus Fransiskus dianggap sebagai titik awal homili. Nyanyian rohani itu dinyanyikan oleh orang Israel setelah mereka diselamatkan dari Mesir oleh Tuhan, sebuah peristiwa yang dilihat oleh banyak Bapa Gereja sebagai gambaran Pembaptisan.
“Kita semua umat Kristiani, telah melewati air Baptis, dan rahmat Sakramen itu telah menghancurkan musuh, dosa dan kematian kita,” kata Paus. “Justru untuk alasan ini, lanjut Paus, bersama-sama kita bisa bernyanyi memuji Allah.
Tetapi, Paus berkata, sama seperti Musa, “pengalaman-pengalaman pribadi kita mengikatkan kita pada cerita yang lebih besar lagi, yakni keselamatan umat Allah.” Santo Paulus, kata Paus, yang pertobatannya dirayakan dalam pesta liturgi ini, juga memiliki “pengalaman rahmat yang luar biasa,” dan pengalaman ini menuntunnya “mencari persekutuan dengan umat Kristiani lainnya.” Ini juga pengalaman kita sebagai umat beriman, “Saat kehidupan spiritual kita semakin kuat, kita semakin memahami bahwa rahmat yang kita terima juga diterima oleh umat lain, dan rahmat itu harus dibagikan kepada orang lain.”
Paus menjelaskan bahwa dengan mengakui Pembaptisan umat Kristiani dari tradisi-tradisi lain, kita menerima bahwa mereka juga telah menerima pengampunan, dan bahwa rahmat Allah juga bekerja di dalam mereka. “Dan bahkan kalau perbedaan-perbedaan memisahkan kita,” kata Paus, “kita menyadari bahwa kita berhubungan dengan orang-orang yang sama yang sudah ditebus, dengan keluarga dari saudara dan saudari yang sama yang dikasihi oleh Bapa yang satu.”
Namun, Paus menegaskan bahwa pertumbuhan dalam kehidupan spiritual seringkali merupakan hal yang sulit. Paus lalu menunjuk pada penderitaan orang-orang Kristiani yang dipikul karena Nama Yesus. Bapa Suci berpendapat, “kalau darah mereka ditumpahkan, meski mereka anggota kepercayaan-kepercayaan [Kristen] yang berbeda, mereka juga saksi-saksi iman, martir, yang dipersatukan dalam ikatan rahmat pembaptisan.”
Bahkan dengan tradisi keagamaan lainnya, kata Paus, “Umat Kristiani saat ini menghadapi tantangan yang merendahkan martabat manusia: melonjak dari situasi konflik dan kesengsaraan mereka menjadi korban perdagangan manusia dan bentuk-bentuk perbudakan modern lainnya; mereka menderita kesusahan dan kelaparan, di dalam dunia yang semakin kaya sarana dan miskin cinta, di dalam dunia di mana ketidaksetaraan terus berkembang.”
Namun, kata Paus, orang-orang Kristiani dipanggil untuk mengingat sejarah yang telah Allah lakukan untuk kita, dan untuk membantu dan mendukung satu sama lain, dan “menghadapi setiap tantangan dengan keberanian dan pengharapan, dengan hanya dipersenjatai dengan Yesus serta kuasa Injil-Nya yang baik hati.”(pcp berdasarkan Vatican News)