Seraya mengambil Santo Turibus dari Mogrovejo sebagai contoh, Paus Fransiskus mendesak para uskup Peru untuk melakukan penginjilan dengan bahasa masyarakat sendiri, dan untuk mengupayakan kesatuan dan persekutuan.
Paus Fransiskus berbicara kepada para uskup Peru di hari terakhir Perjalanan Apostoliknya ke negara itu, 21 Januari 2017. Di hari itu, Paus menemui kaum religious pria dan wanita serta para biarawati kontemplatif, berdoa di depan relikui para orang kudus Peru dan berseru dalam agar pemerintah Kongo menghindari kekerasan.
Ketika merenungkan kunjungannya, Paus mengatakan kunjungan bertema “persatuan dan pengharapan” itu “sangat intens dan memuaskan.” Juga dikatakan bahwa program itu “berat dan menantang, namun menggairahkan.”
Paus lalu mengajak para uskup untuk memikirkan pencapaian heroik Santo Turibius dari Mogrovejo, Uskup Agung Peru dan pelindung episkopat Amerika Latin, yang menjadi “teladan ‘pembangun persatuan gerejani’, seperti digambarkan oleh pendahulu saya, Santo Yohanes Paulus II saat Kunjungan Apostolik pertamanya ke negeri ini.”
Turibus memimpin Konsili Lima yang ketiga, yang telah memiliki Katekismus dalam bahasa-bahasa daerah. Menurut Bapa Suci, itulah contoh cara menginjili orang-orang Peru. Berbicara dengan bahasa ibu, lanjut Paus, memungkinkan ajaran Yesus masuk ke hati mereka. “Bahkan saat ini, para uskup dan penginjil diminta belajar bahasa baru, yang bagi kaum muda berarti bahasa digital.”
Ketika bersama-sama sekitar 500 suster kontemplatif dari berbagai ordo berdoa di Tempat Ziarah “Our Lord of Miracles” di Lima, Paus Fransiskus mengatakan kepada mereka bahwa kehidupan tertutup dapat memainkan “peran mendasar dalam kehidupan Gereja.”
“Kalian berdoa dan menjadi perantara doa banyak saudara-saudari yang menjadi tahanan, kaum migran, pengungsi dan korban penganiayaan. Doa-doa permohonan kalian, antara lain, mencakup doa untuk banyak keluarga yang mengalami kesulitan, para penganggur, orang miskin, orang sakit, dan mereka yang berjuang melawan kecanduan.”
Di hari yang sama, Paus Fransiskus juga berdoa di hadapan relikui-relikui para kudus yang paling dicintai bangsa itu. Bersama sekitar 2500 imam, kaum religius, frater, orang awam yang menjalani hidup bakti serta anggota gerakan gerejani, Paus berdoa di hadapan relikui-relikui Orang-Orang Kudus Peru di Katedral Santo Yohanes Rasul Lima.
Relikui-relikui Santo Martin de Porres, Santo Rose dari Lima, Santo Turibius dari Mogrovejo, dan Santo John Macias dibawa dari Biara Santo Domingo. Relikui-relikui Santo Fransiskus Solanus, yang diabadikan di Museum Keuskupan Agung Lima, juga dipamerkan di sana.
Kemudian sebelum Doa Angelus bersama umat beriman di Peru, hari itu, Paus memohon kepada pihak berwenang Kongo untuk menghindari segala bentuk kekerasan. “Saya minta kepada pihak berwajib, orang-orang yang bertanggung jawab dan semua orang di negara yang kita cintai ini agar menggunakan komitmen dan usaha maksimal untuk menghindari segala bentuk kekerasan dan mencari solusi yang menguntungkan kebaikan bersama,” kata Paus.
Seruan itu disampaikan karena polisi di Kongo membubarkan ribuan demonstran pada hari yang sama dengan menggunakan gas air mata dan tembakan sehingga menewaskan sedikitnya lima orang dan melukai puluhan lainnya. Gereja Katolik di negara itu telah menyerukan demonstrasi damai, namun pemerintah melarang pawai itu.(pcp berdasarkan berita-berita Vatican News)