Paus Fransiskus mengirim telegram duka cita bertuliskan “simpati sedalam-dalamnya” atas para korban serangan teroris 17 Agustus 2017 di “Las Ramblas Boulevard” Barcelona, yang menewaskan setidaknya 13 orang dan melukai lebih dari seratus lainnya.
Dalam telegram yang dikirim kepada Uskup Agung Barcelona Kardinal Juan José Omella dan ditandatangani oleh Sekretaris Negara Vatikan Kardinal Pietro Parolin, 18 Agustus 2017, Paus mencela “kekerasan buta” yang diwujudkan dalam serangan itu, dengan mengatakan serangan itu merupakan “pelanggaran berat bagi Sang Pencipta”.
Di saat-saat kesedihan dan kesedihan itu, Paus Fransiskus berdoa bagi mereka yang “kehilangan nyawa karena tindakan yang tak manusiawi itu,” dan “menyampaikan dukungan serta kedekatannya dengan banyak orang yang terluka, keluarga mereka, dan masyarakat Spanyol.”
Selain berdoa kepada Yang Maha Tinggi “agar Dia membantu kita untuk tetap tabah berupaya demi perdamaian dan kerukunan di dunia,” Bapa Suci menyampaikan Berkat Apostolik “kepada semua korban, keluarga mereka, dan orang-orang Spanyol yang dicintai.”
Pembantaian 17 Agustus 2017 adalah yang terbaru dalam serangkaian serangan dalam 13 bulan terakhir di kota-kota Eropa termasuk Nice, Berlin, London dan Stockholm. Para korban di Barcelona adalah pejalan kaki yang dihantam oleh sebuah mobil putih yang dikendarai dengan kecepatan tinggi sambil berzigzag menyusuri jalan sibuk yang dipenuhi wisatawan.
Saat memburu supir mobil van, yang terlihat melarikan diri dengan berjalan kaki, polisi mengatakan telah membunuh lima penyerang di malam 17 Agustus itu di Cambrils, sebuah kota di selatan Barcelona, untuk menggagalkan “serangan teroris kedua” dengan sabuk peledak. Orang-orang sempat panik saat Cambrils sejenak menjadi layaknya zona perang.
Dengan cepat ISIS mengklaim bertanggung jawab atas serangan di Barcelona. Dikatakan bahwa tentaranya melakukan operasi itu sebagai tanggapan atas seruan untuk menargetkan negara-negara koalisi, yang mengacu pada koalisi pimpinan Amerika Serikat melawan kelompok militan Sunni.
Saksi mata, Francisco Centeno, menggambarkan apa yang terjadi. “Ada tangisan. Polisi-polisi mengeluarkan orang-orang. Kami terperangkap dalam sekelompok orang yang berteriak dan menangis,” kenangnya.
Pihak berwenang menghubungkan serangan di Barcelona dan Cambrils dengan ledakan di sebuah rumah di malam 16 Agustus 2017 di Alcanar yang menyebabkan satu orang tewas.
Seraya terus mencari supir mobil van itu polisi merilis foto seorang pria bernama Driss Oubakir, yang dokumennya digunakan untuk menyewa van yang terlibat dalam serangan itu. Namun, laporan terakhir mengatakan, pria kelahiran Maroko berusia 20-an itu mengatakan kepada polisi bahwa dia tidak ikut dalam kekerasan itu, dan bahwa dokumennya dicuri.
Perdana Menteri Spanyol Mariano Rajoy menyebutnya sebagai “serangan jihad” dan mengumumkan tiga hari berkabung di Spanyol.
Uskup-uskup Katolik Spanyol juga mengecam serangan teroris itu, dan segera mengeluarkan pernyataan yang dengan keras mengecam semua terorisme, serta berdoa bagi para korban dari serangan yang mereka sebut sebagai “tindakan menyedihkan dan menjijikkan” itu.
Para uskup Spanyol mencela “setiap penampilan terorisme” sebagai “praktik yang sungguh menyimpang, dan sama sekali tidak sesuai dengan pandangan yang adil, masuk akal, dan moral dari kehidupan,” karena terorisme, “tidak hanya sungguh melanggar hak untuk hidup dan kebebasan, tapi juga merupakan contoh bentuk intoleransi dan totalitarianisme yang paling mengerikan.”
Para uskup lalu mengajak semua umat beriman “untuk berdoa agar Tuhan memberi (para korban) istirahat abadi” dan agar “Dia mengembalikan kesehatan kepada yang terluka dan memberikan penghiburan kepada keluarga mereka” dan berdoa agar “tindakan tercela ini tidak akan pernah terulang lagi.”(pcp berdasarkan Radio Vatikan)