Merdeka! Demikian pekikan Uskup Malang Mgr Henricus Pidyarto Gunawan OCarm ketika memulai prosesi bersama para imam, petugas liturgi dan perwakilan TNI-Polri, seraya melangkahkan kaki dari Pastoran Paroki Katedral Malang menuju Katedral Santa Perawan Maria Dari Gunung Karmel, Ijen, Malang.
Mgr Pidyarto berarak dari pastoran, dengan pengawalan pihak keamanan intern Katolik yakni Paguyuban Santo Michael (PSM) Paroki Katedral Malang, menuju katedral untuk memimpin Misa HUT ke-72 Negara Kesatuan Republik Indonesia, 17 Agustus 2017, tepat pukul 17.00 WIB.
Dalam prosesi, nampak satu perempuan dan tiga lelaki perwakilan TNI-Polri. Satu di antaranya membawa bendera Merah Putih yang terikat di batang bambu. Masih dengan iringan lagu-lagu perjuangan dari OMK Katedral Malang, keempat anggota TNI-Polri naik ke sebelah kiri altar. Bendera pun ditancapkan dan mereka langsung memberikan penghormatan kepada bendera Merah Putih. Lalu, “Indonesia Raya” dinyanyikan bersama seluruh umat.
Selain uskup, para imam dan petugas liturgi, semua umat hadir dalam Misa itu, termasuk biarawan-biarawati dari berbagai tarekat religius, mengikat pita merah putih ke kepala atau di leher dan tangan.
“Usia 72 tahun sudah sangat bijak, bukan kekanak-kanakan lagi. Dengan merayakan HUT ke-72 NKRI ini, tentunya kita ingin membawa kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia di bumi pertiwi ini. Kita harus memberikan yang terbaik bagi nusa dan bangsa tercinta, Indonesia,” kata Mgr Pidyarto di awal homilinya.
Waktu perjuangan merebut kemerdekaan, lanjut uskup, orang Katolik ikut memberi kontribusi sangat besar, secara fisik dan dengan cara diplomasi politik, yang dilakukan Mgr Soegijapranata SJ. “Itu kontribusi paling besar waktu itu, selain menggunakan kekuatan fisik, gunakan kekuatan diplomasi politik untuk kesejahteraan rakyat Indonesia, bukan saling membunuh,” tegas Mgr Pidyarto.
Dengan memasuki usia ke-72, lanjut uskup, pemerintah “wajib dan harus bekerja keras untuk menyejahterakan rakyatnya dengan tidak melakukan korupsi, karena budaya korupsi semakin bertambah bagaikan gunung es, sehingga membuat rakyat tidak sejahtera.”
Sejahtera atau tidaknya bangsa ini, lanjut uskup, tergantung pemimpin atau pemerintah. “Kalau pemerintahnya korupsi, rakyat akan korupsi. Kalau pemimpin korupsi, bawahan akan korupsi. Saya ingin menegaskan dan ingin mengingatkan, stop melakukan korupsi, karena korupsi tidak akan membuat bangsa dan rakyatnya sejahtera,” pesan Uskup Malang.
Yohanes mengatakan kepada PEN@ Katolik bahwa usia 72 tahun sudah tua. “Usianya orang tua. Usia yang sudah seharusnya bijak, tidak arogan dan cakar-mencakar. Karena tidak bijak, suka arogan dan masih cakar-mencakar antarelit politik, ormas dan parpol, maka kesejahteraan rakyat Indonesia masih jauh dari harapan,” kata umat Katedral Malang itu seraya menggambarkan cengeng dan gontok-gontokan itu sifat kekanak-kanakan. (Felixianus Ali)