Minggu, Desember 22, 2024
28.6 C
Jakarta

Kaum muda aktor utama dalam menciptakan kesan atas negaranya masing-masing

AYD ke-7 ketujuh resmi dibuka oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X, Menteri Agama Republik Indonesia Lukman Hakim Saifuddin, dan Mgr Robertus Rubiyatmoko dengan memainkan othok-othok diikuti seluruh peserta
AYD ke-7 ketujuh resmi dibuka oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X, Menteri Agama Republik Indonesia Lukman Hakim Saifuddin, dan Mgr Robertus Rubiyatmoko dengan memainkan othok-othok diikuti seluruh peserta

Pertemuan tiga tahunan Asian Youth Day ke-7 di Yogyakarta yang bertema “Coming Together as Multicultural Asia”, 2-6 Agustus 2017, dan dibuka dengan Days in Dioceses (DID) di sebelas keuskupan di Indonesia, sudah memasuki hari ketiga.

Menurut Ketua Konferensi Waligereja Indonesia Mgr Ignatius Suharyo, Yogyakarta dipilih sebagai lokasi pertemuan mengingat kompleksitas keragaman agama, budaya dan etnisitas, sehingga diharapkan memberikan pengalaman berharga kepada seluruh peserta.

“Keterlibatan kaum muda dalam kegiatan ini ialah proses panjang atas refleksi iman. Momen ini menjadi perjumpaan berharga karena diisi dengan berbagi pengalaman budaya dan selebrasi keragaman. Inilah dinamika dalam mencecap sabda Tuhan, mencari kehendak dalam sabda, dan melaksanakan sabda tersebut dalam kehidupan sehari-hari,” kata Mgr Suharyo.

Kaum muda, kata Mgr Suharyo, menjadi aktor utama dalam menciptakan kesan atas negaranya masing-masing. Sering terjadi kesalahan persepsi dari orang-orang di negara lain terhadap Indonesia. Masyarakat Indonesia yang begitu heterogen baik dari sisi suku, agama dan ras sering dipersepsikan dengan isu-isu intoleransi.

“Nyatanya, masyarakat Indonesia mampu hidup berdampingan dengan harmonis di tengah situasi masyarakat yang heterogen. Asian Youth Day menjadi sarana untuk membuktikan bahwa keberagaman di Indonesia dapat dihidupi dengan baik dan harmonis, khususnya melalui kegiatan Days in Dioceses di mana para peserta melihat secara langsung kehidupan multikultural di Indonesia,” lanjut Mgr Suharyo.

Tidak terbatas bagi kaum muda Katolik semata, acara Asian Youth Day turut memiliki agenda acara berupa pertemuan Uskup Asia bersama dengan pemimpin agama di Yogyakarta pada hari Kamis, 3 Agustus 2017. Asian Youth Day ke-7 juga turut melibatkan umat beragama lain, baik dalam pementasan budaya maupun dalam bantuan tenaga melalui keterlibatan kepanitiaan. Pemerintah dari Indonesia baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah juga turut memberikan dukungan atas penyelenggaraan Asian Youth Day ke-7 ini.

Selain berbagi pengalaman antardelegasi dari berbagai keuskupan se-Asia, pembuka Days in AYD’s Venue Asian Youth Day ke-7, tanggal 2 Agustus 2017, diisi pula dengan sajian penampilan budaya Indonesia oleh puluhan penari dari Kumetiran, Macanan, Nanggulan, Institut Seni Indonesia (ISI), dan Sekolah Menengah Kesenian Indonesia (SMKI).

Acara pembukaan Days in Venue Asian Youth Day 7 dimulai dengan perayaan Misa yang dipimpin oleh Ketua Youth Desk dari Federasi Konferensi-Konferensi Waligereja Asia (FABC) Kardinal Patrick D’Rozario CSC dengan konselebran Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Ketua Komisi Kepemudaan (Komkep) KWI, Uskup Agung Keuskupan Agung Semarang (KAS), Sekretaris Youth Desk FABC, Sekretaris Komkep KWI dan Ketua Steering Committee Asian Youth Day.

Jumlah uskup (termasuk kardinal) yang hadir sebanyak 52 uskup, 31 dari Indonesia dan 21 dari luar negeri. Dari 6 kardinal, satu dari Indonesia dan 5 dari luar negeri. Sementara itu, total imam yang hadir sebanyak 158 orang, yang terdiri dari 78 imam dari Indonesia dan 80 imam dari luar negeri,

Ada juga kaum religius yang hadir yakni 12 bruder, 4 di antaranya dari Indonesia, dan 29 biarawati, 9 biarawati di antaranya dari Indonesia.

Asian Youth Day ke-7 resmi dibuka oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X, Menteri Agama Republik Indonesia Lukman Hakim Saifuddin, dan Mgr Robertus Rubiyatmoko Sebagai penanda Asian Youth Day ketujuh resmi dibuka, Sri Sultan Hamengkubuwono X, Menteri Agama Republik Indonesia Lukman Hakim Saifuddin, dan Mgr. Robertus Rubiyatmoko dengan memainkan othok-othok yang diikuti seluruh peserta. Othok-othok merupakan salah satu mainan tradisional dari Daerah Istimewa Yogyakarta, terbuat dari bambu dan menjadi cinderamata yang dibagikan ke seluruh peserta. Peserta dari Korea Selatan dan India turut juga menyerakkan panggung pembukaan itu.(paul c pati)

Conference

Mass

Mass 1

Mass2

Mass3

 

 

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini