Minggu Biasa ke-15
16 Juli 2017
Matius 13:1-23
Frater Valentinus Bayuhadi Ruseno OP
“Karena itu, dengarlah arti perumpamaan penabur itu (Mat 13:18).”
Membaca dengan cermat perumpamaan hari ini, kita menemukan sesuatu yang tidak lazim. Tanah di Palestina tidaklah sesubur negara-negara lain seperti Indonesia dan Filipina, dan oleh karena ini, saat penaburan benih, beberapa akan jatuh ke tanah berbatu, atau semak berduri. Namun, para petani Israel tahu betul bahwa pada benih inilah tergantung hidup mereka, dan menghabiskan tiga perempat benih mereka pada tanah yang tidak subur sama saja dengan bunuh diri. Lebih mencengangkan lagi adalah Yesus meyakinkan bahwa walaupun menaburkan seperempat benih, hasil panen akan mencapai tiga puluh hingga seratus kali lipat. Seorang petani berpengalaman tentu tahu bahwa benih gandum biasa yang ditanam di tanah Palestina akan hanya menghasilkan cukup untuk keluarga dan musim tanam berikutnya, tetapi sampai berkelimpahan tidaklah wajar. Dengan demikian, banyak pendengar Yesus bertanya-tanya, “Apa yang dia bicarakan? Sulit dimengerti oleh nalar sehat.” Bahkan murid-murid-Nya pun bingung dan mendekati Dia untuk mencari klarifikasi.
Yesus jarang menjelaskan perumpamaan-perumpamaan-Nya, namun kali ini, Yesus melakukan hal yang berbeda, dan Diapun mengungkapkan makna di balik perumpamaan-Nya tersebut. Benih adalah metafora bagi Firman Tuhan, penabur adalah pewarta atau pekerja Firman, dan tanah melambangkan penerima Firman yang berbeda-beda. Dari sini, kita mulai memahami dinamika pewartaan. Pemberitaan Firman harus dilakukan dengan murah hati dan bahkan melimpah bagi semua orang, bahkan bagi mereka yang akan menolaknya. Kemurahan hati dari pewartaan Firman ini mengalir dari Allah sendiri yang adalah Bapa dari semua dan menginginkan semua untuk datang kepada-Nya.
Namun, Yesus tidak hanya menjelaskan perumpamaan-Nya, Dia bahkan memberikan judul “Perumpamaan Penabur.” Jadi, Yesus dengan segera memusatkan perhatian kita kepada sang penabur. Siapakah penabur ini? Jawabannya adalah kita semua. Kita dipanggil untuk menjadi pewarta dan rekan kerja Allah dalam pewartaan Firman. Dengan demikian kita harus menebarkan Firman kepada semua orang, termasuk mereka yang tidak menyukai kita, dan mereka yang membenci kita. Seorang pastor paroki harus terus berkhotbah, merayakan sakramen dan melayani semua umat parokinya, tidak hanya mereka yang mendukungnya, tetapi juga orang-orang yang mengkritik dan menolaknya. Seorang suster yang merawat anak yatim harus merawat semua, tidak hanya anak-anak yang imut dan taat. Seorang pejabat pemerintahan harus bekerja untuk kemajuan semua orang di masyarakat, terlepas dari apakah mereka memilihnya atau tidak. Pasangan suami-istri yang sering lebih fokus pada karier harus bermurah hati dalam membangun Gereja dan masyarakat dengan menjadi orangtua, dan orangtua perlu mencintai dan mendidik semua anak mereka, terlepas dari siapakah yang menjadi anak kesayangan mereka.
Misi pewartaan Firman Tuhan itu sulit karena ini mencerminkan kemurahan hati dan belas kasih Allah yang tanpa batas. Yesus sendiri harus menanggung kesulitan ini karena pewartaan dan pelayanan-Nya disalahpahami dan ditolak, dan Dia sendiri dianiaya dan dihukum mati, namun Dia terus mewartakan karena Dia mengerti kehendak Bapa-Nya untuk membawa semua anak-anak-Nya lebih dekat kepada diri-Nya. Kita dipanggil untuk menjadi rekan kerja Allah dalam menabur Firman-Nya dan memberikan kontribusi kecil namun unik kita dalam pelayanan pewartaan Gereja. Tak diragukan lagi, menjadi penabur Firman adalah hal yang sulit, namun ini adalah cara kita untuk berpartisipasi dalam mewujudkan panen berlimpah Tuhan.