“Saya merasa, semangat orang muda yang dulu merumuskan Sumpah Pemuda hari ini bergema di hati Anda sekalian!” kata Julius Kardinal Darmaatmadja SJ dalam acara Ngabuburit Kebangsaan dalam rangka peringatan hari lahirnya Pancasila di Tugu Muda, Semarang, 1 Juni 2017 sore.
Maka, di tengah hujan gerimis, tokoh Katolik yang menyatakan diri “saya yang tua-tua ini” berterima kasih kepada ratusan peserta dan mendorong mereka, “Gelorakan terus semangat Sumpah Pemuda yang mengawali kesatuan dari kebhinnekaan. Justru orang muda dengan membuat sumpah mendahului apa yang akhirnya dirumuskan bersama yaitu tekad untuk membangun Indonesia merdeka.”
Kardinal yang didampingi para tokoh agama itu mengaku mau hadir dalam acara itu sebagai bentuk perhatian dan dukungan bagi kaum muda dari berbagai agama. “Maka, saya di tengah-tengah Anda, meskipun saya sudah tua, supaya Anda sekalian, Anda tahu bahwa saya pun tetap memperhatikan Anda sekalian dan saya tetap terus mendoakan Anda sekalian.”
Kardinal yang mengenakan baju dan topi berwarna putih itu mengatakan, perjuangan kebersamaan adalah perjuangan visi, “Perjuangan yang diharapkan oleh Allah sendiri yang menciptakan kita bersama-sama, yang diberkati oleh Allah yang menciptakan Nusantara sebagai tempat kelahiran kita bersama. Semoga hari ini berkat Tuhan mendampingi curahnya hujan, mendampingi kita semua dalam menghayati Pancasila sebagai dasar dan ideologi bangsa dan sekarang memang kita dukung bersama karena hari inilah hari kelahirannya, Pancasila.”
Menurut Kardinal Darmaatmadja, nilai-nilai Pancasila sungguh mampu menjadi berkat bagi semua agama, menjadi perekat semua kepercayaan dan budaya yang berbeda. “Hidup Pancasila. Mari kita baktikan diri selanjutnya untuk menegakkan nilai-nilai Pancasila menjadi nilai-nilai kehidupan bersama,” seru kardinal.
Peringatan Hari Lahir Pancasila disemarakkan oleh OMK Katedral Semarang dengan seni akustik, Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) dengan lagu-lagu kebangsaan, Vokalis Band Power Slaves Heydi Ibrahim dengan lagu Garuda Pancasila, berkolaborasi dengan Pastor Aloys Budi Purnomo Pr yang memainkan saksofon.
Sementara itu, seorang aktivis Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) mempersembahkan puisi. Aktivis Perhimpunan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) mempersembahkan lagu bertema nasionalisme. Seorang aktivis Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia (Hikmabudhi) memainkan alat musik erhu.
Anak-anak pun turut menari menyemarakkan suasana kebhinekaan dengan atribut berwarna merah dan putih. Yuktiasih Proborini membaca puisi di atas kursi rodanya didampingi Suster Yulia Silalahi PI, yang memayunginya supaya tidak terkena tetesan air gerimis.
Acara itu juga diikuti peserta dari berbagai latar belakang agama. Seorang tokoh Islam, Ubaidillah Achmad mengatakan, keberagaman merupakan satu takdir Allah yang harus dinikmati bersama. Sedangkan budayawan Tionghoa Semarang, Harjanto Halim mengatakan, acara itu menguatkan bahwa Indonesia masih mempunyai harapan.
“Bahwa Indonesia masih bisa menerima semua kalangan dari segala agama, etnis, bentuk wajah dan bentuk mata. Saya makin tenang. Saya makin optimis, gerakan ini akan lebih membesar, lebih melebar, dan tidak hanya seremonial tapi bisa dilaksanakan di tempat masing-masing-masing, di keluarga kita, di lingkungan kita, di tempat kerja kita,” kata Harjanto.
Pengusaha itu telah mensyaratkan karyawan yang bekerja di perusahaannya supaya mempunyai semangat nasionalisme. “Saya sudah menginstruksikan kepada bagian HRD saya. Mulai sekarang ini kalau merekrut karyawan baru harus hafal Pancasila, harus hafal lagu Indonesia Raya, harus mau menghormat bendera Sang Saka Merah putih,” katanya.(Lukas Awi Tristanto)