Minggu, Desember 22, 2024
28.6 C
Jakarta

Frater dan suster isi Hari Panggilan 2017 dengan live-in dan sarasehan hidup selibat

Minggu Paniggilan

Untuk memperkenalkan dan mempromosikan Panggilan Hidup Selibat kepada umat, khususnya Orang Muda Katolik (OMK), dengan doa dan harapan agar panggilan untuk bekerja di bidang pelayanan kerohanian semakin bertumbuh, sebuah paroki di Keuskupan Bogor mengundang sejumlah frater dan suster untuk live-in di rumah umat dan berbagi pengalaman hidup selibat, dan juga mendengarkan pengalaman umat mengenai hidup panggilan mereka.

Para frater dan suster tiba di Paroki Santo Ignatius Loyola  Atang Senjaya, Semplak, Keuskupan Bogor tanggal 6 Mei 2017. Mereka dijemput dan dibawa ke rumah-rumah keluarga yang menjadi tuan rumah. Pada sore hingga malam berlangsung pertemuan dan Doa Rosario bersama keluarga, dan pagi hari Minggu Panggilan, 7 Mei 2017, semua datang ke gereja untuk merayakan Misa yang dipimpin Rektor Seminari Menengah Stella Maris Bogor Pastor Jeremias Uskono Pr, dan Kepala Paroki Ignatius Loyola Pastor Antonius Dwi Haryanto Pr, dan dimeriahkan oleh Paduan Suara Stella Maris.

Misa itu mengikutsertakan anak-anak dan remaja, yang mengenakan pakaian biarawan dan biarawati, baik sebagai suster, frater, imam dan juga uskup, dalam prosesi pembukaan Misa bersama imam, misdinar dan para frater serta suster.

Seusai Misa, para frater dan suster berbagi pengalaman hidup panggilannya serta tantangan-tantangan yang dihadapi dalam sarasehan mengenai Panggilan Hidup Selibat. Mereka mengharapkan dukungan keluarga dan umat agar dapat setia menjalani panggilan hidupnya.

Saat live-in di Lingkungan Santo Thomas, Frater Beny Raditya dari Paroki Cibinong, yang kini belajar di Seminari Tinggi Sano Paulus milik Keuskupan Bogor di Bandung mensharingkan bahwa sejak kecil dia giat sebagai misdinar, dan ketika SMP dia menyatakan keinginannya untuk masuk seminari.

Ayahnya tidak berkeberatan, tetapi ibunya tidak setuju. “Kamu masih terlalu kecil, jangan sekolah jauh-jauh, ibu tidak bisa melepas kamu,” kata Frater Beny mengingat kata-kata ibunya. Karena Beny ngambek, ibunya melunak dan berkata, “Ya, sudah nanti kalau kamu tambah besar dan sudah SMA, kalau memang masih ingin masuk seminari, ibu akan dukung.” Sang ayah hanya mengatakan, “Ya, kalau itu pilihanmu, ya ayah mendukung, tetapi kamu harus bertanggung jawab atas pilihanmu itu, karena itulah masa depan hidupmu nanti.”

Padahal, orangtua Beny selalu memasukkannya di sekolah-sekolah negeri, baik SMP maupun SMA, yang dalam kurikulum tidak ada pelajaran agama Katolik, namun Beny tetap aktif di gereja sebagai misdinar dan tugas-tugas OMK lainnya. Setelah tamat SMA, Beny disarankan orangtuanya untuk melamar di IPB dan Unpak di Bogor. Tetapi Beny lebih tertarik melamar ke Seminari Stella Maris Bogor. Dua tahun ia belajar di sana, kemudian melanjutkannya sebagai frater di Seminari Tinggi Santo Paulus di Bandung. Sudah tiga tahun Beny menjadi frater dan sedang kuliah Filsafat di Unpar Bandung.

Sebagai tanda dukungan Lingkungan Santo Thomas, frater calon imam itu mendapat hadiah dua buah buku: ‘Yang Terpanggil Yang Melayani,” kumpulan tulisan mengenai kesan, kenangan dan kesaksian hidup dan karya Pastor Alex Beding SVD, dan “Ite Missa Est,” kenangan atas Pastor Gerardus Mayella Johanes Bosco da Cunha OCarm, mantan dosen dan formatur para frater Karmel serta mantan Sekretaris Eksekutif Komisi Liturgi Konferensi Waligereja Indonesia (Ans)

Live in

Buku

Artikel sebelum
Artikel berikut

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini