Minggu, Desember 22, 2024
28.6 C
Jakarta

Sabtu, 1 April 2017 

Yesus mengajar di Yerusalem

PEKAN PRAPASKAH IV (U)

Santo Hugo; Beato Nonius Alvares Pareira

Bacaan I: Yer. 11:18-20

Mazmur: 7:2–3.9bc-10.11-12; R: 2a

Bacaan Injil: Yoh. 7:40-53

Sekali peristiwa Yesus mengajar di Yerusalem. Beberapa orang di antara orang banyak, yang mendengarkan perkataan-perkataan itu, berkata: “Dia ini benar-benar nabi yang akan datang.” Yang lain berkata: “Ia ini Mesias.” Tetapi yang lain lagi berkata: “Bukan, Mesias tidak datang dari Galilea! Karena Kitab Suci mengatakan, bahwa Mesias berasal dari keturunan Daud dan dari kampung Betlehem, tempat Daud dahulu tinggal.” Maka timbullah pertentangan di antara orang banyak karena Dia. Beberapa orang di antara mereka mau menangkap Dia, tetapi tidak ada seorang pun yang berani menyentuh-Nya. Maka penjaga-penjaga itu pergi kepada imam-imam kepala dan orang-orang Farisi, yang berkata kepada mereka: “Mengapa kamu tidak membawa-Nya?” Jawab penjaga-penjaga itu: “Belum pernah seorang manusia berkata seperti orang itu!” Jawab orang-orang Farisi itu kepada mereka: “Adakah kamu juga disesatkan? Adakah seorang di antara pemimpin-pemimpin yang percaya kepada-Nya, atau seorang di antara orang-orang Farisi? Tetapi orang banyak ini yang tidak mengenal hukum Taurat, terkutuklah mereka!” Nikodemus, seorang dari mereka, yang dahulu telah datang kepada-Nya, berkata kepada mereka: “Apakah hukum Taurat kita menghukum seseorang, sebelum ia didengar dan sebelum orang mengetahui apa yang telah dibuat-Nya?” Jawab mereka: “Apakah engkau juga orang Galilea? Selidikilah Kitab Suci dan engkau akan tahu bahwa tidak ada nabi yang datang dari Galilea.” Lalu mereka pulang, masing-masing ke rumahnya.

Renungan

Tak jarang hidup kita dibicarakan (di-rasani) sana-sini. Tak jarang pula kita merasa tertekan oleh komentar negatif, apalagi kalau disertai ancaman. Apa yang biasanya kita lakukan? Sering kita mencari peneguhan sana-sini, mencoba berhitung mana yang lebih banyak: yang menghujat atau yang memuji? Apakah yang dilakukan Yesus ketika Dia dibicarakan? Apalagi ketika Dia mendengar nada mengancam? Injil tidak mengatakan perasaan Yesus dan reaksinya saat itu. Kita tahu kemudian bahwa Dia tetap mengatakan kebenaran.

Kiranya apa yang dirasakan Nabi Yeremia dan reaksinya juga dapat menjadi pegangan bagi kita yang mau tetap menyatakan kebenaran, yakni berserah kepada Tuhan: “kepada-Mulah kuserahkan perkaraku” Kesadaran untuk berserah kepada Tuhan membuat kita tak gampang diombang-ambingkan orang dan situasi. Kesadaran inilah yang membuat kita tenang merasakan kedamaian yang mendalam di tengah terpaan gelombang komentar orang-orang atas hidup dan karya kita, walau—seperti Yesus dan Yeremia—rasa takut masih mendera kita. Seperti dikatakan orang bijak: Orang berani bukan karena dia tak punya rasa takut, namun orang yang bisa menaklukkan rasa takutnya.

Ya Tuhan, kepada-Mu kuserahkan hidup-Ku dengan segala beban yang kualami. Di dalam Dikau aku merasa tenang. Amin.

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini