Senin, Desember 23, 2024
32 C
Jakarta

Gereja Katolik Filipina “berduka” setelah Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui hukuman mati

Hukuman Mati

Gereja Katolik Filipina “berduka” setelah Dewan Perwakilan Rakyat atau Parlemen Filipina kembali menyetujui hukuman mati di negara itu. Tanggal 7 Maret, sebanyak 217 anggota parlemen menyetujui RUU yang mengembalikan hukuman mati di negeri itu. 54 anggota menolak dan 1 abstain.

UU itu diajukan oleh aliansi pemerintah yang mendukung Presiden Rodrigo Duterte dan sangat didukung oleh presiden. Sekarang RUU itu harus dibawa ke Senat, sebuah majelis yang terdiri dari 24 anggota, yang mayoritas dari partai Duterte.

Presiden Konferensi Waligereja Filipina Uskup Agung Socrates Villegas mengatakan kecewa karena parlemen “telah memberikan izin kepada negara untuk membunuh” dan menyatakan bahwa para uskup “tidak merasa kalah atau kami akan dibungkam.”

Di tengah Masa Prapaskah, tulis pernyataan resmi para uskup, “kami mempersiapkan diri untuk merayakan kemenangan kehidupan atas kematian, dan meskipun kami sedih karena parlemen memilih kematian, iman kami meyakinkan kami bahwa kehidupan akan menang.”

Para gembala meminta umat beriman untuk melakukan mobilisasi umum guna mewujudkan “semangat menentang” hukuman mati. Para uskup meminta para pengacara, hakim dan ahli-ahli hukum Katolik “agar manisnya Injil boleh menerangi karya dan penegakan hukum mereka,” dan “membawa kehidupan dalam pelayanan mereka bagi masyarakat,” lanjut uskup agung itu.

Rodolfo Diamante, sekretaris eksekutif Komisi Episkopal untuk Pastoral Penjara menyatakan bahwa “anggota parlemen telah bertindak demi kepentingan pribadi mereka, bukan kepentingan umum.” Juga dikatakan bahwa mereka, “sedang mengorbankan hati nurani dan prinsip-prinsip mereka.”

Hukuman mati berlaku selama periode kediktatoran Ferdinand Marcos. Hukuman itu ditangguhkan di tahun 1987 di bawah Presiden Corazon Aquino dan kemudian kembali diangkat oleh pemerintahan Ramos untuk “kejahatan-kejahatan keji.”

Eksekusi Leo Echegaray dilakukan di masa kepresidenan Joseph Estrada, tahun 1999, yang diikuti moratorium baru. Tahun 2006, pemerintah Gloria Macapagal Arroyo menandatangani penghapusan hukuman mati sebelum kunjungannya ke Paus Benediktus XVI. Sejak tahun 2006, Filipina mendukung pergerakan penghapusan hukuman mati dengan mempromosikan berbagai prakarsa tingkat internasional dan bahkan mengupayakan pergantian hukuman mati yang dikenakan pada warga Filipina di luar negeri. (pcp berdasarkan Agenzia Fides)

Artikel sebelum
Artikel berikut

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini