“Ibu cantik datang! Ibu cantik datang!” teriak penghuni sebuah panti orang-orang berkebutuhan khusus menyambut seorang wanita. Wanita itu datang bersama kedua orangtuanya langsung dari sebuah universitas tempat dia diwisuda sebagai seorang sarjana psikologi. Di panti itu dia ingin merayakan kebahagiaannya setelah meraih gelar sarjana.
Karena cara istimewa itu, seorang imam terkejut dan terharu, karena baru pertama kali dalam hidupnya dia menyaksikan seorang wisudawati berpikir dan datang merayakan kebahagiaan wisuda sarjana bersama para penyandang cacat mental. Bahkan, seorang suster mengatakan “Ajaib Tuhan.”
Wisudawati itu bernama Rouzzalia Soehartini da Lopez. Selesai acara wisuda di Universitas Nusa Nipa Maumere, 9 Desember 2016, Tiny, demikian sapaan akrabnya, langsung bersama kedua orangtuanya Hendrikus Pius da Lopez dan Maria Gorety Yunita, serta kakaknya Tino da Lopez dan tantenya Nety da Lopez menuju Panti Santa Dymphna Maumere.
Setibanya di aula panti, pemimpin panti Suster Lucia CIJ, koordinator panti Dion Ngeta, dan pembina spiritual panti Pastor John Jawa OCarm, serta beberapa tenaga medis dan ratusan penghuni menyambut dia. Bahkan para penghuni bukan saja menyebut dia cantik tapi berlari memeluk wisudawati itu.
Menurut Pastor John, dia terharu juga menyaksikan wisudawati yang mampu menghubungkan ilmunya kepada salah satu realita hidup. “Anda datang sebagai seorang sarjana psikologi, memberi kado terindah bagi penyandang cacat mental ini. Hal ini yang mengharukan,” ujar imam asal Bajawa itu.
Kehadiran wisudawati itu, lanjut Pastor John, membangkitkan semangat baru khususnya bagi para penghuni panti, apalagi karena wanita itu masih mengenakan simbol pakaian sarjana. “Selama hidup, mereka belum pernah menyaksikan para sarjana yang memakai toga seperti ini,” tegas imam itu.
“Ajaib Tuhan.” Itu ungkapan Suster Lucia CIJ yang diungkapkannya dalam bentuk lagu sebelum memberikan sambutan. Suster itu mampu menjinakkan orang gila di jalan, namun meraih kesuksesan menyandang sarjana, jelasnya, tak semudah membalikkan telapak tangan.
Suster itu mengamati banyak onak dan duri, taufan dan badai, yang membuat manusia berjuang untuk menjadi pemenang dalam kehidupan ini. Dan Tiny sudah memperoleh “satu tahap dalam jenjang pendidikan untuk terjun dalam dunia kerja. Semua ini adalah keajaiban Tuhan. Tanpa Tuhan sia-sialah hidup manusia,” tegas Lucia.
Dengan mata berkaca-kaca Tiny mengatakan kepada para penghuni panti bahwa mereka sama dengan manusia normal, namun sebagai ciptaan Tuhan mereka dipandang hina. “Di hari bahagiaku ini aku ingin berbagi kasih dengan manusia terpinggirkan ini, karena aku ada dalam diri mereka, dan mereka ada dalam diriku.” Dan air mata Tiny tak sanggup ditahan, menetes, dan mengundang para penghuni meneteskan air mata juga.
Makan siang yang disiapkan orangtua wisudawati itu serta tarian dinikmati mereka secara bersama, dan sepertinya gelapnya masa lalu tidak tercoreng lagi di wajah penghuni panti itu.*** (Yuven Fernandez)