PEKAN BIASA XXX (H)
Santo Frumensius
Bacaan I: Ef. 6:10-20
Mazmur: 144:1.2.9-10; R:1a
Bacaan Injil: Luk. 13:31-35
Pada waktu itu datanglah beberapa orang Farisi dan berkata kepada Yesus: ”Pergilah, tinggalkanlah tempat ini, karena Herodes hendak membunuh Engkau.” Jawab Yesus kepada mereka: ”Pergilah dan katakanlah kepada si serigala itu: Aku mengusir setan dan menyembuhkan orang, pada hari ini dan besok, dan pada hari yang ketiga Aku akan selesai. Tetapi hari ini dan besok dan lusa Aku harus meneruskan perjalanan-Ku, sebab tidaklah semestinya seorang nabi dibunuh kalau tidak di Yerusalem. Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu tidak mau. Sesungguhnya rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kamu tidak akan melihat Aku lagi hingga pada saat kamu berkata: Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan!”
Renungan
Yesus diminta oleh orang Farisi untuk meninggalkan Yerusalem karena Herodes berencana untuk membunuh-Nya, namun Yesus tidak takut. Ia mengatasi situasi yang harus dihadapi-Nya. Segala konsekuensi dari pengajaran dan perbuatan-Nya sudah diperhitungkan dan berani ditanggung-Nya. Sejak semula Yesus sudah sadar bahwa para nabi terdahulu menghadapi ajalnya di Yerusalem. Ia tahu bahwa Ia akan senasib dengan mereka.
Yesus bukan hanya berhadapan dengan orang-orang yang tidak menerima-Nya, namun yang lebih sulit lagi ialah Ia berhadapan dengan pola pikir, tabiat, dan karakter yang sudah terbentuk dan membatu. Cara pandang inilah yang menguasai alam pikiran mereka sehingga sangat sulit untuk diperbarui.
Kalau dengan bahasa Paulus, dia berkata; ”Perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara” (Ef. 6:12).
Dengan bahasa sekarang, semua itu dikenal sebagai ‘mind-set’ atau pola pikir. Pola pikir ini dibangun oleh pendidikan dan sejarah hidup yang membentuk karakter seseorang. Dengan demikian, diperlukan sebuah pertobatan yang total atau perombakan total untuk dapat mengubah karakter seseorang. Semua ini hanya dimungkinkan kalau orang itu mau dekat dan berpegang pada Allah: ”Dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat” (Ef. 6:16).
Ya Allah, kekuatanku, bentuklah hidupku; hancurkanlah hatiku yang keras dan membatu agar dengan firman-Mu hidupku selalu dituntun pada jalan kebenaran-Mu. Amin.