Jumat, November 22, 2024
31 C
Jakarta

Selasa, 19 Juli 2016

Yesus-dan-sanak-saudara-Nya

PEKAN BIASA XVI (H)
Santo Arsenius Agung; Santa Aurea

Bacaan I: Mi. 7:14-15.18-20

Mazmur: 85:2-4.5-6.7-8; R:8a

Bacaan Injil: Mat. 12:46-50

Sekali peristiwa, ketika Yesus masih berbicara dengan orang banyak, ibu-Nya dan saudara-saudara-Nya berdiri di luar dan berusaha menemui Dia. Maka seorang berkata kepada-Nya: ”Lihatlah, ibu-Mu dan saudara-saudara-Mu ada di luar dan berusaha menemui Engkau.” Tetapi jawab Yesus kepada orang yang menyampaikan berita itu kepada-Nya: ”Siapa ibu-Ku? Dan siapa saudara-saudara-Ku?” Lalu kata-Nya, sambil menunjuk ke arah murid-murid-Nya: ”Ini ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku! Sebab siapa pun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di sorga, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku.”

Renungan

Maria dan saudara-saudara Yesus datang menemui-Nya. Namun, Yesus tidak segera ke luar menemui mereka. Bahkan Ia bertanya, ”Siapa ibu-Ku? Siapa saudara-saudara-Ku?” Sepintas, jawaban Yesus ini terasa kasar, tidak sopan, kurang ajar, atau durhaka, karena Ia mempertanyakan ibunya sendiri.

Benarkah demikian? Tidak! Yesus justru memuji ibu dan saudara-saudara-Nya, karena merekalah orang yang melaksanakan kehendak Allah. ”Siapa pun yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di surga, dialah saudara-saudara-Ku, dialah ibu-Ku” (Mat. 121:50). Yesus mementingkan bukan hubungan darah atau keturunan, tetapi iman. Yang menjadi keluarga Yesus bukanlah orang yang sedarah dengan-Nya, tetapi yang melaksanakan kehendak Allah, sama seperti Diri-Nya.

Untunglah Yesus berkata demikian. Jika tidak, tentu kita sekarang ini mengkultuskan keturunan Yesus; kita mencari-cari daftar silsilah keturunan-Nya. Bisa terjadi pengidolaan manusia dapat mengarah ke penyembahan berhala. Karena itu, pengkultusan manusia tertentu, harus kita hilangkan. Kita tidak boleh memuja seseorang hanya karena suku, bangsa, warna kulit, atau jabatan tertentu, dan tidak lagi melihat perbuatannya, baik atau tidak. Semua itu, kata Kitab Suci, hendaknya ”dicampakkan ke dasar laut”. Pelaksanaan kehendak Tuhan menjadi kriteria dalam menilai mutu hidup seseorang.

 

Tuhan Yesus, semoga aku hidup sesuai dengan kehendak Allah sehingga aku pantas menjadi saudara-Mu dan hidupku menjadi bermutu. Amin.

 

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini