PEKAN BIASA XII (P)
Peringatan Wajib Santo Aloysius Gonzaga
Bacaan I: 2Raj. 19:9b-11. 14-21. 31-35a. 36
Mazmur: 48:2-3a. 3b-4. 10-11 Ref: 9d
Bacaan Injil: Mat. 7:6. 12-14
Dalam khotbah di bukit Yesus berkata: ”Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi, supaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya, lalu ia berbalik mengoyak kamu. Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi. Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya.”
Renungan
Mungkin sebagian dari kita sering atau pernah menerima bantuan dari pihak lain untuk maksud dan tujuan yang positif, tentunya. Misalkan saja ada orang yang memberikan modal berupa uang kepada kita untuk menjalankan sebuah usaha tertentu demi kepentingan dan peningkatan ekonomi kita. Konsekuensinya kita harus menggunakan bantuan itu secara benar dan sebaik mungkin, sehingga bantuan yang diterima tidak menjadi sia-sia belaka. Dapat dibayangkan, bagaimana perasaan si pemberi jika kita tidak memanfaatkan dengan baik, atau malah menggunakannya untuk hal-hal yang tidak perlu. Yang pasti ada kekecewaan atau bahkan mungkin penyesalan karena memberikan kepada orang yang salah.
Sabda Yesus hari ini dapat dipahami secara demikian. ”Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi, supaya jangan diinjak-injak dengan kakinya dan lalu ia berbalik mengoyak kamu” (Mat. 7:6). Perkataan Yesus ini dapat dimaknai secara positif bahwa sesuatu yang baik dan berharga mesti dijaga dan dipelihara secara bijaksana dan penuh tanggung jawab. Kita manusia memiliki kebaikan-kebaikan dalam hidup. Maka, apa pun diberikan dan yang dipercayakan kepada kita pasti dikembangkan dengan baik. Jika tidak, kita sendiri mengingkari jati diri kita sebagai makhluk yang luhur dan bermartabat. Ketidakmampuan dan mungkin ketidakmampuan kita untuk menjaga dan mengawal kebaikan-kebaikan dalam diri, justru secara tidak langsung memposisikan diri kita sebagai pribadi yang tidak baik dan tidak berharga. Maka, bukan lagi orang lain yang menganggap kita sebagai anjing atau babi, sebagaimana dianalogikan oleh Yesus tadi, tetapi justru kita yang memperlakukan diri menjadi tidak berharga dan tidak bermartabat.
Ya Tuhan, pantaskanlah aku untuk menerima rahmat keselamatan yang senantiasa Engkau anugerahkan padaku. Jadikanlah diriku sebagai pribadi yang kudus dan berharga. Amin.