Senin, Desember 23, 2024
26.7 C
Jakarta

Kamis, 16 Juni 2016

Kotbah di Bukit

PEKAN BIASA XI (H)

Santa Yulita dan Cyriacus; Santa Lutgardis;
Santo Yohanes Fransiskus Regis

Bacaan I: Sir. 48:1-14

Mazmur: 97:1-2. 3-4. 5-6. 7; R:12a

Bacaan Injil: Mat. 6:7-15

Dalam khotbah di bukit, berkatalah Yesus: ”Bila kalian berdoa janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan. Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya. Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di surga, Dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga. Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat. [Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin. ] Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di surga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu. ”

Renungan

Umumnya orang tidak suka mendengar pembicaraan yang terlalu bertele-tele. Banyak orang menggerutu kalau misalnya pada sebuah kesempatan pesta penikahan, kata sambutannya terlalu lama. Atau bahkan, orang tidak betah jika seorang pastor terlalu lama berkhotbah. Banyak dari kita menginginkan setiap pembicaraan itu singkat, tetapi mengadung makna dan arti yang mendalam. Sebab berbicara terlalu banyak membuat orang sering kali lupa akan hal-hal yang penting. Pembicaraan akan menjadi meluas dan kehilangan makna.

Jika berdoa adalah sebuah kesempatan untuk berbicara dengan Tuhan, maka hendaklah kita pun menyadari bahwa keagungan doa kita tidak terletak pada panjang atau bertele-telenya kata-kata, tetapi lebih pada makna dan kedekatan ungkapan doa itu dengan hidup dan pergumulan batin kita. Jika demikian, lantas bagaimana mestinya kita berdoa. Tuhan Yesus mengajarkan doa Bapa Kami sebagai contoh setiap doa. Dalam doa Bapa Kami kita menemukan beberapa hal pokok, yakni bagaimana kita memuliakan Tuhan dan bagaimana kita memohon agar hidup kita tercukupi dan sejahtera. Doa Bapa Kami juga mengingatkan kita bagaimana menghidupi semangat pengampunan terhadap satu sama lain. Dengan demikian, doa Bapa Kami bukan saja ungkapan pujian dan permohonan kepada Allah, tetapi sekaligus menyadarkan kita untuk menghidupi kasih dan pengampunan bagi sesama yang lain.

Dengan ini tidak bermaksud untuk membatasi spontanitas doa kita kepada Tuhan. Tetapi yang diminta Yesus adalah doa Bapa Kami menjadi pola dan contoh dari setiap doa dan sembah bakti kita kepada Tuhan. Dengan demikian, kita dibebaskan dari doa yang bertele-tele atau bahkan meminta Tuhan melakukan sesuai yang diinginkan, atau bahkan misalnya dalam doa bersama, ada sebagian orang menjadikan doa sebagai sarana untuk menghakimi, menjelek-jelekkan atau menyudutkan orang lain. Yang dibutuhkan dalam berdoa adalah hati dan bukan otak. Karena itu, keterbukaan hati dan kepasrahan diri pada Tuhan adalah sikap yang paling utama.

Ya Tuhan, ajarlah aku untuk tahu bersyukur dan berdoa kepada-Mu. Semoga aku sema­kin terbuka pada kehendak-Mu dan bukan pada keinginan pribadiku. Amin.

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini