Frater Alfonsus OP
“Tak kenal maka tak sayang.” Supaya kenal, tidak ada yang lebih baik daripada datang berkunjung dan berbagi kehidupan. Untuk mengenal Keluarga Dominikan di Indonesia, tidak cukup sekadar membaca berita, buku atau melihat foto. Tidak ada yang dapat menggantikan pertemuan langsung.
Dengan demikian, sebelum berangkat melanjutkan pembinaan di Filipina, lima frater Dominikan dari Rumah Formasi Dominikan Surabaya mengenal keluarga, pelayanan, visi dan misi, serta tantangan dan kesempatan Dominikan di Indonesia.
Di Filipina, selain membagikan semua pengalaman selama program dengan nama Come and See, yang berasal dari jawaban Yesus kepada murid-murid Yohanes yang ingin mengenal diri-Nya, “Marilah (datang) dan lihatlah” (Yoh 1:39), mereka diharapkan memiliki konteks tujuan yang jelas untuk berkarya di Indonesia. Program itu juga dimaksudkan untuk membangun sinergi lebih erat di antara keluarga-keluarga Dominikan dari berbagai wilayah di Indonesia.
Come and See 2016 adalah program perdana. Dalam program itu, Formator Pastor Joseto Bernadas OP dan lima frater mengunjungi keluarga Dominikan di Yogyakarta, Jakarta dan Pontianak.
Di Yogyakarta, mereka tinggal di novisiat Kongregasi Suster-Suster Santo Dominikus (OP) di Indonesia. Di sana mereka mengenal bagaimana para suster memberikan kehadiran Dominikan bagi Gereja dan masyarakat, dan menggeluti karya pendidikan SD hingga SMA lewat Yayasan Santo Dominikus dengan semangat Santo Dominikus, “Utuh, Cerdas, Cinta Kebenaran.” Meski demikian yayasan mulai merasakan kekurangan murid karena banyak orangtua memasukkan anak-anaknya ke sekolah negeri.
Di Yogyakarta, para suster OP melaksanakan karya pastoral paroki dan lingkungan serta rumah retret di Maguwo dan Rawaseneng, asrama Pandega dan Wonosari, juga klinik pratama di Rawaseneng.
Dominikan Awam di Yogyakarta masih muda dan terdiri dari 20-an anggota. Namun, mereka penuh semangat, bahkan beberapa anggota harus menempuh perjalanan sekitar satu jam dari rumah untuk menghadiri pertemuan mingguan.
Di Jakarta, para frater mengunjungi Panti Asuhan Pondok Si Boncel di Jagakarsa, Jakarta Selatan. Lewat panti asuhan yang berada di bawah naungan Perhimpunan Vincentius Jakarta itu, para suster beserta para pengasuh mendampingi anak-anak yang mengalami trauma atau luka batin, menuntun perkembangan anak, menawarkan kesembuhan, dan memberikan perlindungan hukum kepada anak. Di sana, para suster juga mengelola TK Boncel yang terbuka untuk umum.
Komunitas Pejaten yang berfungsi sebagai biara dan kantor provinsialat para suster OP juga dikunjungi para frater. Suster-suster OP dari komunitas itu mengajar di Sekolah Strada Pejaten dan mendampingi seminaris di Wacana Bakti.
Di Jakarta, para frater menghadiri pertemuan rutin Dominikan Awam Jakarta, mengunjungi rumah dua orang frater OP dan berjumpa dengan anggota keluarga mereka, serta bertemu tiga observer Dominikan dari Jakarta.
Di Pontianak, Kalimantan Barat, para frater tinggal di Rumah Santo Dominikus Pontianak, yang merupakan rumah pertama biarawan Dominikan di Indonesia. Di sana mereka memanjatkan doa ofisi bersama Dominikan Awam dan mendengarkan penjelasan tentang sejarah misi Ordo di Indonesia.
Di Pontianak, mereka mendengar banyak penjelasan dari Pastor Edmund Nantes OP tentang karya pembinaan para frater diosesan se-Regio Kalimantan. Pastor asal Filipina itu adalah direktur Seminari Tinggi Interdiosesan Antonino Ventimiglia Pontianak. Pastor Johanes Robini OP yang tinggal di Rumah Santo Dominikus dan Pastor Nantes mengajar di STT Pastor Bonus, Pontianak, itu. Mereka juga menjadi pendorong dialog antaretnik dan agama lewat CRID (Center of Research and Interreligious Dialogue) dan promotor kebudayaan Dayak. Pastor Nantes kini menjadi Ekonom Keuskupan Agung Pontianak.
Selain bertemu Dominikan Awam Pontianak dari wilayah Tanjung Hulu dan Palapa, para frater mengunjungi Koperasi Kredit Simpan Pinjam Credit Union Bahtera (KSP CU Bahtera) yang difasilitasi oleh CRID untuk menyejahterakan penduduk setempat, dan rumah orangtua dari seorang frater OP di Kecamatan Tayan Hilir.
“Menjadi seorang imam tidak mudah sebab seorang imam selalu membawa wajah Kristus dan mengemban ekspektasi umat.” Perkataan Uskup Agung Pontianak Mgr Agustinus Agus dalam homili Misa Krisma menjadi permenungan yang menyertai perjalanan para frater kembali ke Surabaya, mengakhiri Program Come and See 8-24 Meret 2016. ***
Keterangan foto: lima frater OP bersama Pastor Joseto Bernadas OP (depan, kedua dari kiri) dan Pastor Edmund Nantes OP (depan, kedua dari kanan) di depan Kapel Sang Pamanih di Seminari Tinggi Antonino Ventimiglia dan Sekolah Tinggi Teologi (STT) Pastor Bonus Pontianak, Kalimantan Barat.