Senin, Desember 23, 2024
26.7 C
Jakarta

Maria Hendrika Hungan membela manusia yang dilukai harkat dan martabat

Heny

“Yang mendorong saya bekerja sebagai relawan kemanusiaan adalah nilai kemanusiaan itu sendiri. Manusia diciptakan serupa dengan Allah. Manusia diciptakan baik adanya. Dengan demikian ketika manusia disiksa, ditindas, dianiaya, dibeda-bedakan, dilukai harkat dan martabatnya, di situlah saya tampil membela.”

Maria Hendrika Hungan berbicara dengan PEN@ Katolik di Maumere, 20 April 2016, tentang motivasinya bergabung dengan dengan Divisi Perempuan (DP) Tim Relawan Untuk Kemanusiaan Flores (Truk-F) sejak tahun 2000.

Tokoh perempuan awam yang getol memperjuangkan harkat dan martabat manusia khususnya perempuan dan anak-anak itu kini menjadi Sekretaris DP Truk-F, sekaligus pendamping para korban. Dia akrab dipanggil dengan nama Heny.

Heny berusia 44 tahun, yang merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dalam keluarga Almarhum Wensislaus Hungan dan Fabiola Mirong, kini berkarya mendampingi Ketua Divisi Perempuan Suster Eustochia SSpS.

Ibu satu orang anak Blasteran Ambon-Maumere dan istri dari Hendrik Hotong, guru SMPK Frater BHK Maumere, itu mengakui tidak gampang memperjuangkan isu kemanusiaan di tengah negara dan masyarakat zaman ini di mana hakekat manusia selalu dinilai secara ekonomis.

Bahkan, Heny bercerita, nyawanya hampir dihabisi dalam menjalankan misi kemanusiaan ini. “Tahun 2004 saya dikejar dengan parang oleh suami pelaku KDRT dan mengancam akan membakar kantor Truk-F, maka saya meminta perlindungan di kantor polisi.”

Meskipun demikian, kejadian yang mengancam nyawa itu tidak menyurutkan semangat untuk membela harkat dan martabat perempuan dan anak-anak di Flores. “Yang membuat saya tetap bertahan pada isu kemanusiaan ini karena spirit utama saya adalah teladan Yesus yang saya imani,” ungkap Heny.

Menurut Catatan Akhir Tahun 2015 DP Truk-F, kekerasan terhadap perempuan dan anak masih terus terjadi. Data DP Truk-F 2015 mencatat 123 orang korban yang terdiri dari 47 korban perempuan dewasa dan 76 korban anak. Dengan catatan, 1 orang korban dapat mengalami lebih dari satu jenis kekerasan. Keseluruhan kasus kekerasan yang dialami 123 orang korban berjumlah 204 kasus. Artinya dalam satu minggu terjadi rata-rata 4 peristiwa kekerasan yang dialami perempuan dan anak di Kabupaten Sikka.

Dari 123 korban itu, demikian Heny, 74 orang mengalami KDRT, 35 orang kekerasan seksual, 3 orang menjadi korban di ranah publik dan 11 orang korban trafficking.

Untuk meminimalisir kekerasan terhadap perempuan dan anak, jelas Heny, DP Truk-F melakukan   program preventif berupa penyadaran, sosialisasi, diskusi, seminar, talkshow radio, penyebaran leaflet, iklan radio serta mendorong pemerintah untuk mengeluarkan regulasi dan monitoring serta evaluasi terhadap kebijakan yang dikeluarkan.

Lembaganya menggandeng juga media untuk penyebaran informasi dan advokasi dengan sasaran utama anak, remaja, guru, publik, pemerintah, parlemen, komunitas, aparat penegak hukum, dan  Gereja. ”Kami berupaya membangun juga kemitraan dengan pemerintah karena masalah kekerasan terhadap perempuan adalah tanggungjawab negara,” tegas Heny. (Yuven Fernandez)

 

 

 

 

Artikel sebelum
Artikel berikut

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini