Kabut duka menyelimuti umat Keuskupan Larantuka dan umat di Flores pada umumnya tanggal 26 Maret 2016, saat Ketua Komisi Keadilan dan Hak Asasi Manusia (HAM) Keuskupan Larantuka Pastor Frans Amanue Pr yang akrab dipanggil Romo Frans menghembuskan nafas terakhirnya di RSUD Larantuka.
Di mata umat dan para pejabat, imam diosesan kelahiran Karing Adonara Timur ini dengan sorotan mata yang tajam ini sangat berani mengontrol segala kebijakan pemerintah yang tidak memihak kaum kecil atau pun kebijakan yang semena-mena menginjak-injak kebenaran dan keadilan.
Romo Frans meninggal pada usia 71 tahun. Berbagai gelar diberikan kepada imam itu, tokoh kemanusiaan di Flores Timur, pejuang hak rakyat kecil, guru kebenaran dan keadilan, pelayan yang keras dalam prinsip tapi lembut dan penuh pengertian dalam cara.
Sebelumnya imam itu sempat dirawat di Klinik Lebao. Karena HB rendah, imam itu dirujuk ke RSUD Dokter Hendrikus Fernandez, Larantuka. Kurang lebih seminggu dirawat di sana, tanggal 23 Maret 2016, imam itu keluar dari rumah sakit, dan mengikuti Perayaan Ekaristi Kamis Putih di Gereja Sanjuan Lebao. Jumat pagi sempat juga mengikuti prosesi laut namun tidak sampai selesai.
Setelah pulang dari prosesi Jumat Agung di malam hari, Romo Frans mengeluh badan lemas dan napas terasa sesak. Karena keluhan itu, sekitar pukul 05.00 di hari Sabtu tanggal 26 Maret Romo Frans dihantar ke rumah sakit dan mendapat perawatan di UGD.
“Kami tidak menyangka siang tadi sekitar pukul 12.30 Romo meninggalkan kita semua,” kata salah satu keluarga Romo Frans di samping jenazah yang terbaring di RSUD itu.
Setelah semalam disemayamkan di rumah keluarga, jenazah imam itu dibawa ke Gereja Sajuan Lebao dan kemudian ke Katedral Larantuka, dan dimakamkan tanggal 29 Maret 2016 di Pekuburan Imam Katedral Larantuka.
Mantan Sekretaris Daerah Kabupaten Flores Timur Landoaldus Mekeng mengatakan Romo Frans selalu melontarkan kritikan tajam dan pedas terhadap berbagai langkah atau tindakan pemerintah Kabupaten Flores Timur yang menurut pandangan Romo Frans salah dan bertentangan. “Saya selalu menanggapi dengan santai dan tidak emosi, namun sedapat mungkin memberikan penjelasan agar ada pemahaman yang sama atas suatu persoalan. Karena itu saya dan romo menjadi akrab,” ujar Landoaldus Mekeng.
Anggota DPRD kabupaten Lembata Bediona Philipus mengatakan “Tuan, kami sangat kehilangan dirimu. Ketika kasus kematian Lorens Wadu, engkau hadir sebagai imam di tengah keluarga yang berduka dan berjuang bersama masyarakat mencari kebenaran dan keadilan. Ketika kami berdua Feri Koban ditahan di Polres Lembata menjalani persidangan hingga mendekati sembilan bulan engkau juga selalu hadir pada momen tersebut, di mana kehadiranmu begitu berarti. Pastoralmu, pastoral kebenaran dan keadilan.”
Sementara pengacara Silvester Nong Manis melihat sosok Romo Frans sebagai imam yang selalu bersama YBBH Veritas membela orang kecil yang tertimpa bencana ketidakadilan sampai-sampai ia diadili, konsekuensinya kantor pengadilan negeri dan Kejaksaan Negeri Larantuka dirusaki massa tahun 2004. “Ada belasan orang yang ditangkap, ditahan dan diadili. Karena itu, kami bersama Romo Frans membela habis-habisan ketika mereka diadili di Kupang,” katanya seraya menyebut imam itu sebagai pejuang keadilan dan perdamaian sejati.” (Yuven Fernandez)