Paus putuskan pembasuhan kaki pada Kamis Putih bisa juga perempuan

1
10925

Pope-Francis-writing-740x493

Bapa Suci telah menulis surat, bertanggal 20 Desember 2015 dan diterbitkan 21 Januari 2016, kepada Prefek Kongregasi untuk Ibadat Ilahi dan Tata Tertib Sakramen Kardinal Robert Sarah. Surat itu menetapkan bahwa mulai sekarang, orang-orang yang dipilih untuk pembasuhan kaki dalam liturgi Kamis Putih bisa dari semua umat Allah, bukan hanya lelaki dan anak laki-laki.

Kepada kardinal itu, Paus mengatakan bahwa sudah beberapa waktu lamanya ritus pembasuhan kaki yang terkandung dalam Liturgi Misa ‘In Coena Domini’ itu dia renungkan. “Tujuannya untuk meningkatkan cara pelaksanaannya agar lebih lengkap terungkap makna dari gerak-isyarat Yesus di Senakel (Ruang Perjamuan Tertakhir), pemberian diri-Nya sendiri demi keselamatan dunia, kebaikan hati-Nya yang tak terbatas.”

Melalui pertimbangan yang cermat, lanjut Paus, “Saya memutuskan untuk membuat perubahan pada Misale Romawi. Maka saya memutuskan bagian di mana orang-orang yang dipilih untuk pembasuhan kaki haruslah laki-laki atau anak laki-laki, agar mulai sekarang dan seterusnya para pastor bisa memilih peserta ritus itu dari antara semua anggota umat Allah. Saya juga merekomendasikan agar penjelasan memadai tentang ritus itu diberikan kepada mereka yang dipilih.”

Kongregasi untuk Ibadat Ilahi dan Tata Tertib Sakramen telah menerbitkan keputusan tentang ritus itu. Keputusan tertanggal 6 Januari 2016 itu menulis:

“Reformasi Pekan Suci, dengan keputusan Maxima Redemptionis nostrae mysteria di bulan November 1955, memberikan kekuasaan, kalau berdasarkan alasan pastoral, untuk melakukan pembasuhan kaki dua belas lelaki dalam Misa Perjamuan Tuhan, setelah bacaan Injil menurut Yohanes, seolah-olah hampir mewakili kerendahan hati dan cinta Kristus kepada murid-murid-Nya.

Dalam liturgi Romawi ritus ini diturunkan dengan nama Mandatum (perintah) Tuhan tentang kasih persaudaraan sesuai dengan kata-kata Yesus yang dinyanyikan pada Antifon dalam perayaan itu.

Dalam melaksanakan ritus ini, para uskup dan para imam diajak sungguh-sungguh menyesuaikan diri dengan Kristus yang ‘datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani’ dan, didorong oleh cinta ‘sampai akhir’, memberikan nyawa-Nya demi keselamatan seluruh umat manusia.

Untuk menunjukkan makna sepenuhnya ritus itu kepada orang-orang yang berperanserta di dalamnya, Bapa Suci Fransiskus melihat pantas untuk mengubah peraturan dalam Misale Romawi (hal. 300, No. 11) yang menulis pria-pria yang dipilih ditemani oleh para imam pemimpin ibadat, yang karenanya harus diubah sebagai berikut: ‘Mereka yang dipilih dari antara umat Allah ditemani oleh para imam’ (dan akibatnya dalam Caeremoniale episcoporum No. 301 dan No. 299 b mengacu pada kursi untuk orang-orang yang dipilih, sehingga para pastor bisa memilih sekelompok umat beriman yang mewakili variasi dan kesatuan dari setiap bagian umat Allah. Kelompok ini bisa terdiri dari pria dan wanita, dan idealnya dari kaum muda hingga yang tua, yang sehat dan yang sakit, klerus, orang-orang hidup bakti dan umat awam.

Kongregasi untuk Ibadat Ilahi dan Tata Tertib Sakramen ini, melalui kekuasaan yang diberikan oleh Sri Paus, memperkenalkan inovasi ini dalam buku-buku liturgi Ritus Romawi, seraya mengingat para pastor akan tugas mereka untuk memberikan instruksi secukupnya kepada umat beriman yang dipilih dan juga kepada umat lainnya, sehingga mereka dapat berperanserta dalam ritus itu secara sadar, aktif dan berbuah.” (pcp berdasarkan Zenit.org)

 

1 komentar

Leave a Reply to henrika diah adhita permanasari Batal

Please enter your comment!
Please enter your name here