Teras samping Gereja Kristus Raja Ungaran, Kabupaten Semarang, nampak semarak sore itu, 18 Januari 2016. Nampak anak-anak menyanyi dan menari menyambut umat dari berbagai Gereja yang berdatangan mengikuti Ibadat Ekumene dalam rangka Pembukaan Pekan Doa Sedunia (PDS) untuk Kesatuan Umat Kristiani di Gereja Kristus Raja Ungaran. Umat terus berdatangan dan acara itu pun dimulai pukul 18.00 dengan berbagai penampilan, dari Tarian Lirilir dari PIA Kristus Raja Ungaran hingga tembang Ndherek Dewi Maria oleh para Suster Abdi Kristus Ungaran.
“Sudah sejak tahun 1908, terjadi kerjasama antara Gereja Katolik Roma (Vatikan) dengan Dewan Gereja-Gereja Kristen Sedunia (Genewa) dengan seruan PDS untuk Kesatuan Umat Kristiani, setiap tanggal 18 – 25 Januari, setiap tahun,” jelas Ketua Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang (Kom HAK KAS) Pastor Aloys Budi Purnomo Pr.
Gerakan yang diserukan dan dilaksanakan dalam konteks global itu, lanjut Pastor Budi Purnomo lewat rilis yang dibagikan ke media Katolik, “mendapat respon di Keuskupan Agung Semarang sejak tujuh tahun terakhir ini, dan selama itu saya mengajak sejumlah pendeta dari berbagai denominasi Gereja Kristen Protestan untuk mengadakan Ibadat Ekumene bersama antara Kristen Katolik dan Kristen Protestan.”
Semula tidak mudah dan tidak banyak pendeta yang terlibat, namun dari tahun ke tahun, dimulai di Gereja Katolik Hati Kudus Yesus Tanah Mas Semarang dan Gereja Katolik Santo Fransiskus Xaverius Kebon Dalem hingga di gereja ini, semakin banyak pendeta dan imam terlibat, jelas imam itu. “Upaya merajut keindahan hidup rukun dan damai antara umat Kristiani dari berbagai denominasi itu mendapat sambutan yang luar biasa istimewa.”
Hal itu dibuktikan dengan hadirnya 50 pendeta dari 20 sinodal yang ikut serta dalam Ibadat Ekumene tanggal 18 Januari 2016. Mereka datang dari Kabupaten Semarang, Kota Semarang, bahkan dari Surabaya, Ambon, dan Saumlaki. “Imam dari Gereja Katolik ada empat orang yakni Pastor Yakobus Sudarmadi Pr, Pastor Yoh de Britto Dwijoatmoko SJ, Pastor Surya Hadi Atmoko MSF dan saya sendiri sebagai selebran utama,” kata Pastor Budi.
Jumlah umat yang hadir, menurut catatan Kabid Liturgi Paroki Kristus Raja Ungaran Buyung Narendra, sedikitnya 1.200 anak-anak, remaja, orang muda, dewasa dan lansia, baik Katolik maupun Protestan, dari Ungaran, Salatiga, Ambarawa, Bedono, Girisonta, Tegalarejo dan Kota Semarang.
Pastor Budi menginformasikan bahwa ibadat itu disemarakkan oleh berbagai musik, nyanyian dan tarian dari berbagai komunitas dan denominasi, mulai dari PIA Kristus Raja Ungaran, SD Mardi Rahayu, Orang Muda Katolik Rahim Allah Salatiga, Orchestra SMA Sedes Sapientiae Bedono, Paduan Suara Familia, M-7, L’Eglis, Lingkungan Pederesan Kebon Dalem, Kelompok Koor Desa Lerep, Paduan Suara JKI Betesda Ungaran, Tarian Tempurung Gereja Bala Keselamatan, Vocal Group GPDI Ungaran, Persekutuan Doa Kharismatik Katolik Kristus Raja Ungaran dan Para Suster Abdi Kristus Ungaran.
Ketua Badan Kerja Sama Antar Gereja (BKSAG) Kabupaten Semarang Pendeta Markus mengatakan bahwa Ibadat Ekumene merupakan tanda agung karya Tuhan. “Kerinduan yang sejak tahun 1980 muncul terjawab malam ini dengan Ibadat Ekumene yang sangat semarak dan luar biasa istimewa ini.”
Yang terjadi dalam Ibadat Ekumene itu, menurut renungan Pendeta Yohanes, merupakan tanda karya agung Tuhan dalam kehidupan umat Kristiani. “Kerukunan dan kebersamaan ini menjadi keindahan yang merupakan karya Roh Kudus yang menjiwai Gereja-Nya. Masing-masing memiliki kelemahan dan kekuatan yang saling melengkapi untuk kemuliaan Tuhan.”
Ibadat Ekumene seperti itu, lanjut Pastor Budi, merupakan bentuk nyata dari penghayatan atas doa Yesus yang menghendaki agar para murid-Nya hidup rukun dan damai. “Itulah indahnya hidup rukun dan damai. Ibarat satu tubuh dengan banyak anggota, begitulah Gereja dengan Kristus sebagai Kepala dan Roh Kudus sebagai jiwanya. Betapa celaka dan menderitanya bila tubuh kita hanya terdiri dari satu anggota, bahkan akan menjadi kengerian menakutkan. Contohnya, bila tubuh hanya terdiri dari kepala, betapa celaka dan menderita bahkan menakutkan. Kepala berjalan tanpa kaki, tanpa tangan, tanpa tubuh dan menggelinding. Dalam bahasa Jawa, kalau kepala menggelinding apalagi sambil meringis, maka hanya akan menjadi ‘ngglundung pringis’ sejenis dongeng mengerikan dan menakutkan. Kebersamaan ini adalah untuk kemuliaan Tuhan agar umat semakin mencinta Yesus dalam suka maupun duka.”
Pastor Budi menutup renungannya dengan mengajak peserta menyanyikan lagu “Kumau Cinta Yesus Selamanya” dengan alunan saksofonnya.
Kolekte dari umat dan pendeta sebesar enam juta rupiah malam itu diberikan kepada Panti Asuhan Jimbaran yang dikelola oeh para Suster Abdi Kristus.
Santap malam dengan menu nasi kucing, nasi kuning, nasi bakar dan nasi dus menutup melengkapi kebersamaan malam itu. “Semoga indahnya hidup rukun dan damai ini menjadi semarak kehidupan kita bersama dalam mewujudkan peradaban kasih bagi masyarakat Indonesia yang sejahtera, bermartabat dan beriman serta menghadirkan Gereja yang inklusif, inovatif dan transformatif,” harap Pastor Budi.
“Kesan pertama begitu menggoda,” kata beberapa pendeta seperti dikatakan oleh Pastor Budi. “Selanjutnya mari kita jaga dan tingkatkan semarak keindahan hidup rukun dan damai ini,” lanjut mereka. (pcp berdasarkan rilis yang dibagikan Pastor Aloys Budi Purnomo Pr)