Menjadi seorang imam dituntut untuk mampu melihat orang-orang yang terlupakan dan juga terlibat aktif dalam karya keselamatan. Seorang imam harus empati, harus memiliki rasa belas kasih dan memberikan kegembiraan dan harapan kepada umat.
Uskup Maumere Mgr Gerulfus Kherubim Pareira SVD berbicara dalam kotbah Perayaan Ekaristi Pentahbisan dua imam, Maksimus Kristo Lodo Pr dan Ferdinandus Pati Wele CJD di Gereja Katedral Maumere, 8 Januari 2016.
Seorang imam, tegas Mgr Pareira, harus melihat dan merasakan seperti Yesus, bahkan rela mati di kayu salib. “Jadikanlah ini sebagai motivasi. Harus terlibat dengan orang lain. Hendaknya cinta mendorong kita untuk merasa bahwa berjuang menempuh jalan-jalan sulit bersama masyarakat itu penting.”
Setiap orang yang terpanggil untuk bekerja mengikuti Yesus, lanjut mantan Uskup Weetabula itu, harus bersyukur atas panggilannya, “karena Yesus membutuhkan pekerja karya keselamatan untuk menyelamatkan umat-Nya.”
Misa pentahbisan itu diawali dengan perarakan Uskup Maumere, dua diakon yang ditahbiskan itu, orang tua kedua diakon, dan 49 imam. Tarian para pelajar SMA Negeri 1 Maumere, mengantar perarakan itu dari halaman gedung keuskupan lama menuju katedral.
Usai perayaan, umat yang hadir hanya menikmati snack. Langkah itu, menurut pengamatan PEN@ Katolik adalah langkah panitia menjawab kesan yang muncul dari Sinode Pertama Keuskupan Maumere bahwa umat di keuskupan itu masih dililit kebiasaan pesta pora.
Setelah ditahbiskan, Pastor Ferdinandus ditugaskan di Biara Agustinian CJD Maumere dan Pastor Kristo di Paroki Santo Thomas Morus Maumere. (yuven fernandez)