“Kulihat ibu pertiwi, sedang bersusah hati, air matamu berlinang, mas intanmu terkenang. Hutan gunung sawah lautan, simpanan kekayaan, kini ibu sedang lara, merintih dan berdoa,” demikian nyanyi 17 superior jenderal atau wakilnya di lembah kecil bernama Eco Learning Camp (Eco Camp) milik Yayasan Sahabat Lingkungan Hidup.
Para superior jenderal dari kongregasi-kongregasi suster di Indonesia datang ke Eco Camp, di daerah Dago, Bandung, 5 Desember 2015, untuk rapat. Yang luar biasa dalam rapat perdana itu, kata pemimpin rapat Suster Sili Bouka ADM, adalah “kami sepakat membentuk wadah bernama Indonesian Union of Superiors General (IUSG) dan memilih ketuanya yang pertama.”
Ketua terpilih adalah Suster Veronica Manaan DSY yang dibantu oleh sekretaris, bendahara dan anggota terpilih, masing-masing Suster Anna Marie OP, Suster Sili Bouka ADM, dan Suster Ignasia Simbolon KSSY. Diharapkan pengurus itu mengikuti pertemuan International Union of Superiors General (UISG) di Roma, 5-14 Mei 2016, “dan kembali membawa hasilnya untuk secara kreatif dikembalikan kepada semangat pendiri masing-masing.”
UISG adalah forum superior jenderal untuk berbagi pengalaman, bertukar informasi dan peranan kepemimpinan, mendorong dialog dan kerja sama di kalangan kongregasi religius dalam Gereja dan masyarakat, berbagi program, pertemuan dan publikasi guna membantu anggota mengembangkan diri sebagai pemimpin kongregasi religius, serta membangun jaringan dan solidaritas di kalangan kaum religius wanita di dunia.
Suster Sili menegaskan kepada Pastor Stanislaus Ferry Sutrisna Widjaja Pr, seorang pendiri yang jadi pembina Eco Camp, bahwa pengurus terpilih akan bergerak melanjutkan semangat Eco Camp, “karena itu salah satu pernyataan para religius Indonesia pada Penutupan Tahun Hidup Bakti 2015.”
Para jenderal baru menyelesaikan Penutupan Tahun Hidup Bakti 2015 di Lembang 2-5 Desember 2015. Salah satu pernyataan adalah, “Kami bertekat hidup sesuai hakekat panggilan religius dalam menampilkan wajah Allah yang berbelas kasih, berbelarasa dan berbagi sukacita di dunia ini dengan mewartakan keselamatan bagi sesama terutama mereka yang kecil, lemah, miskin, tersingkir dan difabel serta terlibat aktif memelihara seluruh ciptaan dalam kerjasama dengan banyak orang.”
Eco Camp dirintis tahun 2002 di Lembang dan pindah ke tempat seluas 500 ha itu tahun 2012. Lembaga itu didirikan oleh 12 orang dari berbagai agama dan dijalankan oleh orang-orang dari berbagai agama. Lembaga lintas agama dengan visi “Manusia Berkualitas Merawat Bumi, Berguru pada Bumi” itu adalah rumah belajar lingkungan hidup.
Meskipun setahun lalu, “yang datang di sini kurang lebih 6000 orang,” Pastor Ferry tidak menduga para jenderal itu akan datang ke Eco Camp. Imam itu menyambut mereka. Setelah menyelesaikan pembentukan IUSG dan pemilihan pengurusnya, mereka belajar tentang program edukasi Eco Learning Camp (ELC) sambil menikmati snack dan makan siang yang semuanya merupakan hasil perkebunan khususnya sayur mayur dari tempat itu.
Program Edukasi ELC adalah pendidikan nilai non-formal yang disampaikan melalui wacana lingkungan hidup dan alam yang diintegrasikan dengan pengetahuan mengenai sains dan budaya terkait sehingga memunculkan kesadaran akan pentingnya lingkungan hidup dan alam sehingga terwujud partisipasi aktif untuk menjaga lingkungan hidup dan alam semesta.
Di tempat itu, jelas Pastor Ferry, “kami tidak mendorong orang untuk menanam atau tidak ikut demo, tapi lebih pada edukasi,” dengan prioritas anak-anak dan guru. “Efek atau kabar baik paling menggembirakan adalah ketika seorang anak menyelesaikan program 7 hari dan mengatakan kepada ibunya ‘saya senang makan sayur.’ Di sini memang hanya makan sayur .” Ibunya lalu membawa 17 rekan kerjanya di sebuah katering untuk belajar memasak sayur di Eco Camp, dan kini 1000 anak yang mereka layani makan makanan dengan menu lebih sehat, lebih banyak sayur.
Paus Fransiskus dalam eksiklik Laudato Si’ mengatakan yang penting manusia harus berubah. “Bagi kita, satu orang saja berubah itu luar biasa.” Ensiklik itu juga mengatakan, kebaikan akan menyebar, dan memberi harga diri akan memberi kebanggaan, akan memberi keyakinan bahwa hidup ini berharga. Maka Eco Camp mencoba menggunakan Laudato Si’ meskipun ensiklik itu baru terbit.
Adi, seorang Muslim yang jadi Eco Camp, lalu menjelaskan Tujuh Kesadaran Baru Hidup Ekologis: berkualitas, sederhana, hemat, peduli, semangat berbagi, bermakna, dan harapan.
Berkualitas, katanya, adalah mampu mengolah kelemahan, kontekstual, menghargai lokalitas sendiri dan lokalitas orang lain, dan belajar terus agar punya kemampuan olah hati untuk menjadi manusia bermartabat, olah pikir supaya kepandaiannya dipakai untuk memelihara alam, dan olah kehendak supaya sungguh bergerak bukan hanya omong dan sadar.
“Hidup itu sederhana, tidak perlu dibuat rumit,” kata Adi seraya menjelaskan bahwa sederhana berarti tidak berlebihan dalam makan, kepemilikan, berbelanja dan pola pikir. “Kita harus hidup sederhana karena kita sudah memakai segalanya melebihi apa yang bumi sediakan. Bila semua orang tidak membatasi diri, bumi tidak cukup,” tegasnya.
Sedangkan hemat berarti “Menggunakan seperlunya dan tidak berlebih-lebihan.” Orang harus hemat karena hampir 1 milyar penduduk bumi menderita kelaparan, sedangkan 1/3 makanan di dunia terbuang percuma, 768 juta orang hidup tanpa persediaan air bersih, sedangkan sebagian orang masih ada yang menghambur-hamburkan air, banyak orang yang hidup tanpa listrik, sedangkan sebagian orang masih saja menggunakan listrik yang berlebihan.”
Adi juga mengajak untuk peduli atau tidak berfokus pada kebutuhan diri sendiri, melainkan memperhatikan kebutuhan orang lain dan memperhatikan lingkungan sekitar. “Kepedulian dapat menghadirkan semangat berbagi,” tegasnya.
Peserta yang datang ke Eco Camp juga diajarkan Semangat Berbagi, juga dari keterbatasan dan kekurangan. “Menghayati bahwa yang dimiliki bukan hanya untuk diri sendiri,” jelas Adi. Seseorang harus punya Semangat Berbagi karena itu membuat kita berkeadilan, dan ketika sudah saling berbagi, hidup akan lebih bermakna, lanjutnya.
Kebermaknaan berarti pengalaman mendalam yang membahagiakan, pengalaman memberikan kepuasan batin, dan pengalaman meneguhkan keberadaan sebagai manusia. “Kita harus bermakna, untuk menemukan kebahagiaan sejati dan mendalam, agar hidup semakin dalam dan penuh, agar hidup semakin mudah dihayati, dan mampu menerima penderitaan dan perjuangan dengan rasa syukur.” Sedangkan harapan berarti melihat yang mungkin dilakukan untuk mewujudkan masa depan lebih baik dan kita ikut berperan di dalamnya. “Alam semesta pun akan ikut bertumbuh,” kata Adi.
Di Eco Camp, para jenderal juga belajar tentang Green Science, atau inovasi dan teknologi ramah lingkungan dalam hal energi, sumber daya dan pola hidup. Mereka sadar bahwa itu penting karena “ledakan populasi, biocapacity di bumi terbatas dan akan mencapai batas penghabisan ketika itu semua dikonsumsi secara berlebihan, dan adanya polusi, limbah dan sampah.”
Menurut Adi, pelaksana Eco Camp juga memerjuangkan 7 Sadar dengan tingkah laku yang baik, santun, tertib, disiplin, bersih, berintegritas, dan bermoral.
Dan, tepat pukul 12.00, terdengar bunyi semacam sirene. Semua orang di Eco Camp, termasuk para suster jenderal, diminta hening tiga menit untuk mendengarkan suara alam sambil menutup mata.
Kini para suster sudah kembali ke berbagai belahan Indonesia. Tapi mereka semakin mencintai Ibu Pertiwi, karena di Eco Camp mereka bukan hanya menyanyikan lagu itu tapi diajak oleh salah satu pendiri dan pembina Eco Camp, Sherly Megawati Purnomo, untuk berterima kasih kepada alam, kepada pohon-pohon, yang sepanjang hidup memberi oksigen cuma-Cuma, tanpa bayar, kepada mereka. “Kami jatuh cinta pada alam,” bisik seorang suster. (paul c pati)
Keterangan foto di atas:
Dari kiri ke kanan: Suster Ignasia Simbolon KSSY, Suster Anna Marie OP, Suster Veronica Manaan DSY, dan Suster Sili Bouka ADM
17 superior jenderal atau wakilnya
Adi memberikan penjelasan kepada para superior jenderal
Para superior jenderal memasuki Eco Camp
Penghargaan untuk Pastor Ferry Sustrisna, pendiri dan pembina Eco Camp
Sherly Megawati Purnomo mengajak para superior jenderal untuk berterima kasih kepada alam
Para suster mencintai dan berterima kasih kepada alam, kepada