Sebagai warga bangsa, umat Protestan dan Katolik diingatkan untuk bijaksana dalam menyikapi bentuk-bentuk gangguan sosial yang dapat mengancam persaudaraan, perdamaian, dan keamanan di Indonesia. “Berbagai peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini di negeri kita, membangkitkan kesadaran dan niat baik kita untuk bersikap bijaksana. Penutupan dan pengrusakan rumah-rumah ibadah, termasuk yang mengakibatkan korban jiwa masih terjadi akibat perilaku kekerasan sekelompok orang yang bertindak atas nama agama,” tulis Pesan Natal Bersama 2015.
Pesan Natal Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) yang dikeluarkan tanggal 18 November 2015 itu juga mengingatkan terjadinya kerusakan lingkungan, termasuk yang mengakibatkan musibah asap di berbagai wilayah Indonesia. “Semua itu membuat relasi antarumat manusia dan alam menjadi terganggu, bahkan sudah makin rusak. Kita juga harus menjadi semakin bijaksana memperlakukan alam “Ibu Pertiwi” yang darinya kita semua memperoleh kebutuhan hidup sehari-hari,” tulisan pesan itu.
Selain itu, umat dari kedua agama Kristen itu diingatkan bahwa mereka dipanggil untuk menegaskan kembali ketetapan hati mereka “untuk melindungi dan mempertahankan keutuhan ciptaan di tengah budaya serakah yang melahirkan kemiskinan, ketidak-adilan, radikalisme dan kerusakan lingkungan.”
Untuk membaca isi lengkap pesan ini, PEN@ Katolik menurunkannya:
Pesan Natal Bersama Tahun 2015
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA (PGI)
DAN KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA (KWI)
“Hidup Bersama Sebagai Keluarga Allah”
Saudara-saudari umat Kristiani Indonesia,
Salam sejahtera dalam kasih Kristus.
Kita kembali merayakan Natal, peringatan kelahiran Yesus, Sang Juruselamat. Perayaan kedatangan-Nya selalu menghangatkan dan menguatkan pengharapan kita. Dalam perayaan ini kita menghayati kembali peristiwa kelahiran Yesus yang diwartakan dengan penuh sukacita oleh para malaikat kepada para gembala di padang Efrata, komunitas sederhana dan terpinggirkan pada zamannya (bdk. Luk. 2:8-12). Kiranya warta gembira para malaikat itu tetap menggema dalam kehidupan kita sampai saat ini dalam keadaan apapun.
Pada kesempatan istimewa ini, Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) mengajak Anda semua untuk mensyukuri kehadiran Sang Juruselamat dengan merenungkan pesan tentang “Hidup Bersama sebagai Keluarga Allah.” Kita masing-masing ada dalam keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak. Sementara itu keluarga kita berada bersama keluarga-keluarga lainnya dalam sebuah keluarga besar umat manusia. Namun juga kita sadari bahwa keluarga besar umat manusia mendiami bumi yang menjadi rumah kita bersama. Di bumi yang satu ini, kita ditempatkan oleh Tuhan bersama seluruh ciptaan lainnya. Di situlah kita hidup bersama sebagai keluarga Allah.
Kitab Kejadian 9:16 yang kita jadikan pijakan renungan mengatakan: “Jika busur itu ada di awan, maka Aku akan melihatnya, sehingga Aku mengingat perjanjian-Ku yang kekal antara Allah dan segala makhluk yang hidup, segala makhluk yang ada di bumi”. Ayat ini menyatakan bahwa Allah membarui perjanjian-Nya, perjanjian keselamatan dengan seluruh ciptaan-Nya. Pelangi di awan menjadi lambang pengharapan kita. Peristiwa Natal mengingatkan kita kembali untuk ‘hidup sebagai keluarga Allah,’ yang dituntun oleh pelangi kasih-Nya yang meneguhkan iman dan menguatkan harapan.
Hidup bersama sebagai keluarga Allah mengandung pesan utama bahwa kita adalah satu keluarga. Sebagai anggota keluarga, kita masing-masing mempunyai tanggungjawab untuk menjadikan hidup bersama di bumi ini semakin baik; bukan hanya tanggung jawab untuk keselamatan manusia, tetapi juga untuk keutuhan seluruh ciptaan.
Bagaimana mewujudkan tanggungjawab itu dalam perutusan kita sebagai warga negara dan bangsa Indonesia? Pertama-tama, kita umat kristiani Indonesia dipanggil untuk berteguh hati melaksanakan tujuan Allah hadir di dunia, yaitu menciptakan keadilan, perdamaian, dan keutuhan ciptaan. Kita bertanggungjawab mewujudkan keluarga Allah yang damai, rukun, adil dan saling menerima dalam keberagaman. Kita perlu membangun kesadaran bersama bahwa setiap makhluk ciptaan Allah memiliki hak-hak dasar yang harus dihormati, hak hidup yang harus dilindungi, dan hak-hak orang perorangan serta bersama yang harus dipenuhi dan diwujudkan.
Demikian pula, kita diingatkan bahwa umat kristiani tidak hidup sendiri sebagai komunitas tertutup di dunia ini. Gereja hidup berdampingan dengan komunitas-komunitas lain. Perbedaan pandangan dan cara menjalani kehidupan, seringkali menimbulkan gesekan-gesekan bahkan konflik antar kelompok, golongan, ras/suku dan agama, sehingga hubungan antar umat dan antar warga menjadi kurang harmonis. Tidak sedikit orang menguras habis alam demi meraup keuntungan. Hal itu menyebabkan hubungan manusia dengan sesamanya dan dengan alam terganggu. Menjadi tugas kita bersama untuk memperbaiki relasi yang rusak itu. Kita harus mengupayakan terwujudnya bumi yang satu ini sebagai “rumah kita bersama”.
Sebagai warga bangsa kita juga diingatkan untuk bijaksana dalam menyikapi bentuk-bentuk gangguan sosial yang dapat mengancam persaudaraan, perdamaian, dan keamanan di Negara kita. Berbagai peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini di negeri kita, membangkitkan kesadaran dan niat baik kita untuk bersikap bijaksana. Penutupan dan pengrusakan rumah-rumah ibadah, termasuk yang mengakibatkan korban jiwa masih terjadi akibat perilaku kekerasan sekelompok orang yang bertindak atas nama agama. Di samping itu, kerusakan lingkungan terjadi, termasuk yang mengakibatkan musibah asap di berbagai wilayah Indonesia. Semua itu membuat relasi antar umat manusia dan alam menjadi terganggu, bahkan sudah makin rusak. Kita juga harus menjadi semakin bijaksana memperlakukan alam “Ibu Pertiwi” yang darinya kita semua memperoleh kebutuhan hidup sehari-hari. Kita dipanggil untuk menegaskan kembali ketetapan hati kita untuk melindungi dan mempertahankan keutuhan ciptaan di tengah budaya serakah yang melahirkan kemiskinan, ketidak-adilan, radikalisme dan kerusakan lingkungan. Kita perlu mengembangkan hidup sederhana dan jujur di tengah pengaruh globalisasi keserakahan dan ketidakpedulian ini.
Dengan mengembangkan semangat hidup sederhana ini, umat kristiani Indonesia berupaya: mengendalikan diri dan berani mengatakan cukup; menyatakan kesediaan untuk hidup berbagi; dan berani berjuang bersama menentang segala sistem dan struktur yang menghalangi serta mengurangi hak orang lain untuk memperoleh kecukupan dalam hidupnya.
Dalam semangat kelahiran Yesus kita diajak untuk menanam, menyiram dan memelihara kehidupan semua makhluk ciptaan di bumi pertiwi ini, supaya semua makhluk dapat hidup bersama sebagai keluarga Allah dengan damai, adil dan bercukupan.
SELAMAT NATAL 2015 DAN TAHUN BARU 2016
Jakarta, 18 November 2015
Atas nama
Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia
Pendeta Dr Henriette Tabita Lebang
Ketua Umum
Pendeta Gomar Gultom, M.Th
Sekretaris Umum
Konferensi Waligereja Indonesia
Mgr Ignatius Suharyo
Ketua
Mgr Anton Subianto Bunyamin OSC
Sekretaris Jenderal