Perwujudan kasih sebagai pesan pokok Injil bukan pertama-tama tampak melalui kata-kata atau ungkapan verbal melainkan dalam tindakan konkret, meski kecil dan sederhana, yang rela dibagikan kepada sesama kelompok hidup bersama.
Pastor Andre Rumayar Pr berbicara saat membuka bina iman mahasiswa Unika De la Salle Manado lewat pemberkatan tenda di Sentrum Agraris Lotta, Sulawesi Utara, 13 November 2015. Sebanyak 130 orang, umumnya mahasiswa awal, mengikuti kegiatan tahunan selama tiga hari yang dilaksanakan oleh Fellowship Community of De la Salle Catholic University (FCLCU), wadah pembinaan iman di kampus itu.
“Selama delapan tahun lalu kegiatan pembinaannya bersifat perorangan, mahasiswa yang berminat mendaftar secara perorangan. Namun sejak tahun ini, bentuknya kami ubah menjadi perkemahan mandiri, meski tetap difasilitasi oleh panitia penyelenggara,” jelas Pastor Andre seraya menambahkan bahwa panitia sangat membatasi kunjungan orangtua.
Pastor Kampus De La Salle itu menjelaskan, “setiap kelompok beranggotakan lima sampai delapan orang mendaftarkan diri sebagai tanda mereka mau menjadi saudara dalam kelompoknya itu. Mereka lalu menyiapkan sendiri tenda dan peralatan masak. Ruang kreativitas dibuka lebar, tetapi syarat dasarnya, ada tenda, ada ruang makan, ruang alat dan ruang jemuran. Untuk keperluan mandi, mereka harus ke sungai sekitar.”
Saat menyiapkan makan pagi, siang atau malam, mereka menerima bahan makanan mentah yang disiapkan panitia, kemudian mereka mengolahnya dan menikmati dalam kelompoknya. Sesudah menerima materi dari nara sumber mereka juga akan kembali ke kelompok untuk saling berbagi dan memperkaya, jelas imam itu.
Dalam kegiatan itu, misalnya mereka menerima materi tentang jurnalistik, public speaking dan lingkungan hidup. “Dalam sharing kelompok mereka bisa saling memperkaya dan mendapatkan. Di kelompok itu mereka menjadi perpanjangan tangan nara sumber untuk membagikan kekayaan pemahaman itu.”
Dari kegiatan itu diharapkan mereka merasakan cinta kasih dan memberi diri menjadi sarana mematangkan diri mereka dalam kedewasaan untuk berbuat baik bagi orang lain khususnya berkorban dan saling melayani dalam kelompok itu, kata Pastor Andre.
Ketua panitia, Chris Tapidingan, yang untuk pertama kalinya mengelola kegiatan seperti itu mengatakan, “biasanya, karena sifatnya perorangan, peserta belajar bertanggungjawab atas dirinya, dalam kelompok mereka belajar peduli dan bertanggungjawab atas sesama kelompoknya dan kelompok sekitar kemah.”
Dalam mengorganisir kegiatan itu, jelasnya, panitia juga belajar menerima diri dan orang lain, saling memperingatkan tanpa mempersalahkan. “Secara pribadi saya belajar percaya diri, membina iman dan mengalami bahwa Allah selalu menolong. Ternyata Tuhan membantu atas cara manusiawi, padahal siapakah kami ini?”
Yang menonjol dalam model kegiatan seperti itu, menurut peserta, Frisca Makalew, adalah kebersamaan dan kerjasama untuk saling meneguhkan dalam perjuangan iman. “Kesulitan tetap ada. Kebersamaan menjadi kekuatan utama, belajar hidup bersama rekan seperjuangan dan bersama alam, bahkan kembali ke alam,” kata Frisca. (Sales Tapobali)