PEKAN BIASA XXXIII (H)
Santa Margarita dari Skotlandia, Santo Yohanes de Castillo, Santo Alphonsus Rodrigues; Santa Gertrudis dari Hefta
Bacaan I: 1Mak. 1:10-15.41-43.54-57.62-64
Mazmur: 119:53.61.134.150.155.158; R:88
Bacaan Injil: Luk. 18:35-43
Waktu Yesus hampir tiba di Yerikho, ada seorang buta yang duduk di pinggir jalan dan mengemis. Waktu orang itu mendengar orang banyak lewat, ia bertanya: ”Apa itu?” Kata orang kepadanya: ”Yesus orang Nazaret lewat.” Lalu ia berseru: ”Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!” Maka mereka, yang berjalan di depan, menegor dia supaya ia diam. Namun semakin keras ia berseru: ”Anak Daud, kasihanilah aku!” Lalu Yesus berhenti dan menyuruh membawa orang itu kepada-Nya. Dan ketika ia telah berada di dekat-Nya, Yesus bertanya kepadanya: ”Apa yang kaukehendaki supaya Aku perbuat bagimu?” Jawab orang itu: ”Tuhan, supaya aku dapat melihat!” Lalu kata Yesus kepadanya: ”Melihatlah engkau, imanmu telah menyelamatkan engkau!” Dan seketika itu juga melihatlah ia, lalu mengikuti Dia sambil memuliakan Allah. Seluruh rakyat melihat hal itu dan memuji-muji Allah.
Renungan
Dalam perjalanan sejarah iman, kita menemukan orang-orang yang ulung. Mereka lebih suka mati daripada menodai dirinya dengan makanan haram dan mencemarkan perjanjian kudus. Begitulah yang dituliskan dalam kitab pertama Makabe. Keberanian berkorban semacam ini tidak hanya ditemukan pada zaman itu saja, tetapi juga sampai pada zaman penganiayaan pengikut Kristus.
Pertanyaan reflektif yang harus kita lontarkan adalah, apa yang membuat mereka berani seperti itu? Salah satu motif yang mendorong mereka untuk berani kehilangan hidup adalah pengalaman iman berjumpa dengan Allah. Pengalaman dimana mereka merasakan Allah yang sungguh hadir dan menjadi penyelamat mereka: ”Seluruh rakyat melihat hal itu dan memuji-muji Allah” (Luk. 18:43).
Pengalaman iman bukanlah hanya milik orang-orang yang saleh, orang-orang yang bekerja dalam ‘rumah Allah’ atau pun orang-orang yang jauh dari kesibukan dunia. Pengalaman iman adalah pengalaman kita semua.
Pengalaman yang akan menjadi landasan kuat dalam gejolak arus ‘roh dunia’. Namun, sering kali iman kita lemah, mata hati kita tertutup untuk merasakan kehadiran Tuhan yang hendak memulihkan hidup kita. Iman kita menjadi buta oleh berbagai kesibukan duniawi yang membuat kita jauh dari Tuhan. Mari kita meneguhkan iman kita kepada-Nya—sebab, iman itulah yang akan menyelamatkan kita.
Tuhan, aku sering tenggelam dalam kesibukan dan urusan pribadiku. Aku tiada punya waktu untuk Engkau, hanya sisa-sisa yang tertinggal untuk-Mu. Aku sadar Tuhan, semua itu salah. Aku akan berikan seluruh hidup dan perkaraku pada-Mu. Tambahkanlah imanku. Amin.