Paus Fransiskus memberikan kesempatan wawancara kepada koran Belanda, Straatnieuws, diterbitkan oleh tunawisma kota Utrecht. Dalam percakapan itu, Paus Fransiskus menyentuh topik yang menarik baik pribadi dan gerejawi, dari masa kecilnya di Argentina, termasuk mimpi masa kecilnya untuk menjadi tukang daging, hingga perhatiannya untuk orang miskin, dan penghargaannya terhadap reputasinya.
Radio Vatikan melaporkan bahwa wawancara itu dimulai dengan cerita kenangan Paus tentang rumah masa kecilnya di Buenos Aires, “jalan tempat dia dibesarkan.” Paus ingat bermain sepak bola saat kecil dan mengatakan bahwa dengan berjalan kaki dia bisa ke mana saja di lingkungannya.
Kenangan tentang tetangga-tetangga di Buenos Aires adalah sumber komitmen pribadinya terhadap orang miskin. Ditanya tentang tanggapan Gereja terhadap kemiskinan, Paus Fransiskus mengatakan, “Yesus datang ke dunia tanpa punya rumah dan miskin.”
Kemudian, lanjut Paus, “Gereja ingin merangkul semua orang, dan mengatakan bahwa setiap orang punya hak memiliki atap ‘di atas kalian’. Dalam gerakan populer Gereja sedang mengupayakan tiga t dalam bahasa Spanyol: trabajo (kerja), techo (rumah), dan tierra (tanah). Gereja mengajarkan bahwa setiap orang memiliki hak memiliki tiga t ini.”
Bapa Suci juga berbicara tentang perlunya melawan “dua godaan” yang Gereja hadapi saat berupaya berbicara untuk kaum miskin tanpa dieksploitasi oleh kubu-kubu politik yang berbeda. “Gereja harus berbicara dengan kebenaran dan juga dengan kesaksian: kesaksian orang miskin. Jika seorang beriman berbicara tentang kemiskinan atau tentang tunawisma, dan menjalani hidup seorang firaun: ini tidak bisa.”
Godaan kedua, kata Paus, “adalah membuat perjanjian-perjanjian dengan pemimpin pemerintahan. Perjanjian-perjanjian bisa dibuat, tetapi harus jelas, transparan … karena selalu ada godaan untuk korupsi dalam kehidupan publik – baik politik dan agama … Selalu ada bahaya korupsi.”
Paus juga menegaskan bahwa ia memilih tinggal di Casa Santa Marta karena tidak baik bagi dia untuk hidup menyendiri dan jauh dan dia rindu mengerjakan pekerjaan yang biasa dia lakukan. “Aku bertemu orang-orang, menyapa mereka,” di Casa Santa Marta, “dan ini membuat ‘sangkar emas’ tidak terkerangkeng,” lanjut Paus, seraya merujuk kisah Mark Twain dalam The Prince and the Pauper, di mana sang pangeran hidup dalam sangkar emas. Namun, lanjut Paus, “Aku kangen jalanan.”
Paus Fransiskus mengatakan bahwa ia menginginkan dunia tanpa kemiskinan. “Kita harus terus berjuang untuk ini.” Namun, kata Paus, “Saya seorang beriman dan saya tahu bahwa dosa selalu ada dalam diri kita. Dan selalu ada keserakahan manusia, kurangnya solidaritas, egoisme, yang menciptakan kemiskinan. Untuk alasan ini, menurut saya agak sulit membayangkan dunia tanpa kemiskinan … Tapi kita harus selalu berjuang, selalu, selalu.”(pcp berdasarkan Radio Vatikan)