Dalam dua hari, 27 dan 28 Oktober 2015, Uskup Atambua Mgr Dominikus Saku memberikan Sakramen Krisma kepada 3984 Dominikus dan Dominika serta Gabriel dan Gabriela di Katedral Santa Maria Immaculata Atambua.
Sebanyak 1916 Dominikus dan Dominika yang merupakan siswa-siswi SMP maju ke depan memegang lilin bernyala. Kepada mereka satu persatu uskup berkata, Dominikus (bagi putra) atau Dominika (bagi putri), “terimalah Sakramen ini sebagai lambang kedewasaan iman kekatolikan.” “Amin,” jawab mereka satu per satu. Uskup dan imam lalu mengoles dahi mereka dengan minyak Krisma dan menampar pipi kanan mereka disaksikan para saksi dan umat.
Dalam renungannya, uskup menekankan tentang Gereja, terang dan api. Gereja, kata uskup, pada dasarnya adalah hidup. “Gereja dihidupkan atas napas dan terang Roh Kudus yang dilambangkan dalam minyak Krisma. Roh Kudus bagaikan tiupan angin yang kencang. Jika atap tidak kuat, rumah itu roboh.”
Uskup menjelaskan tentang rahasia terang, yang artinya bahwa “Allah yang bangkit melalui Yesus Kristus memberikan cahaya kehidupan bagi setiap manusia.” Sedangkan api, lanjut uskup, dilambangkan sebagai “cinta kasih Allah yang dicurahkan ke dalam hati manusia.”
Tujuh siswa-siswi terpilih mewakili masing-masing sekolah lalu tampil menggambarkan peranan Roh Kebijaksanaan, Roh Pengertian, Roh Pengetahuan, Roh Akal Budi, Roh Kekuatan, Roh Penasehat, dan Roh Takut Akan Allah.
“Saya senang dan bahagia, karena iman saya telah kuat dan sejajar dengan umat dan kaum klerus. Saya akan semakin mencintai Gereja dan iman Katolik sampai ajal menjemput. Terjadi perubahan iman yang sungguh luar biasa,” kata siswi SMP Negeri Sadi Atambua, Maria Melita Bauk, dari Komunitas Umat Basis (KBU) Santo Andreas Halifehan, kepada PEN@ Katolik, setelah menerima Sakramen Krisma.
Tanggal 28 Oktober, sebanyak 2068 siswa-siswi SMA/SMK dan umat dari berbagai KBU di wilayah Paroki Katedral Atambua juga menerima sakramen itu di tempat yang sama oleh Mgr Dominikus Saku dan para imam yang membantunya.
Roh Kudus adalah napas menghidupkan yang menaungi manusia dari kegelapan, kata uskup dalam homili. “Karena sering kita nakal, maka Roh Kudus menendang kita dengan kekuatan angin yang sangat kencang. Begitu kita terjatuh, barulah kita menyadari kesalahan kita. Memang sangat manusiawi. Tapi jangan menjadikan kesalahan untuk semakin menjauh dari Gereja dan Roh Kudus yakni Tuhan Sang pemberi hidup kekal.”
Kepada Gabriel (bagi lelaki) dan Gabriela (bagi perempuan) yang satu per satu menghadap uskup, dikatakan, “terimalah Sakramen Krisma ini sebagai lambang kedewasaan iman kekatolikan.” Seperti kepada anak-anak SMP kemarin, setelah menjawab “Amin,” uskup dan imam mengoles dahi mereka dengan minyak Krisma dan menampar pipi kanan mereka disaksikan oleh para saksi dan umat.
Dari semua penerima yang sebelumnya dipersiapkan oleh Pastor Emanuel Kiik Pr bersama staff dari Pusat Pastoral (Puspas) Keuskupan Atambua, ada seseorang berusia 70 tahun. Namanya Paulus Da Costa dari KUB Santo Fransiskus Asisi Kuneru Barat. Kepada PEN@ Katolik dia mengatakan bahwa ketika masih di Timor Timur ia tidak menghafal doa-doa yang diajarkan dalam tradisi Gereja Katolik, sehingga ia mengurungkan niatnya.
“Dulu saya tidak menghafal doa. Saya tidak tahu, mengapa demikian. Tapi begitu kembali punya niat di Atambua. Doa yang tidak pernah saya dengar sebelumnya, akhirnya saya hafal. Setiap malam pun saya mengajak isteri, anak dan cucu berdoa bersama,” katanya.
Sementara itu, Martina Hoar, berusia 69 tahun, tidak bisa menerima Sakramen itu tahun 2005 karena memilih menjadi TKI di Malaysia secara ilegal. Ketika mau mengikuti penerimaan sakramen itu di Malaysia, dia terbentur Surat Permandian. Ia pulang ke Indonesia tahun 2012.
“Karena stress dengan suami, saya merantau ke Malaysia. Puji Tuhan Yesus dan Bunda Maria, walaupun berangkat secara ilegal saya selalu aman. Saya putuskan pulang ke Atambua. Baru-baru ini saya dengar informasi bahwa Paroki Katedral mau adakan penerimaan Sakramen Krisma, maka saya mendaftar di ketua KUB Santa Maria Fatima Asrama Tentara. Saya diijinkan walau saya dari paroki lain. Bagi saya, iman tak pernah membatasi seseorang untuk menerima Sakramen Krisma. Dengan penerimaan sakramen ini, saya mau bertobat sungguh-sungguh,” kata Martina. (Felixianus Ali)
Martina Hoar
Selain foto peserta SMP, SMA dan orang dewasa, foto paling atas adalah Paulus Da Costa