Dalam “Kemah Pemuda Lintas Agama” yang berlangsung di Salatiga, 6-8 Februari 2015, peserta dari berbagai agama diingatkan bahwa masalah agama sebetulnya masalah yang sangat peka, karena itu antara konflik dan harmoni selalu berjalan beriringan.
“Harmoni tidak akan berhenti, tetapi dia akan diikuti dengan konflik lalu muncullah harmoni dan seterusnya,” kata Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jawa Tengah Prof Dr H Mudjahirin Thohir MA dalam kemah yang diikuti 70 pemuda-pemudi lintas agama itu.
Menurut Prof Mujahirin, fungsi FKUB ada di situ yakni untuk menyelesaikan sejumlah hal terkait dengan masalah kedewasaan beragama. Persoalan agama, jelasnya, tidak hanya persoalan kedaerahan, tetapi juga persoalan nasional bahkan persoalan transnasional.
Sayangnga, demikian pengamatan profesor itu, yang diimpor ke Indonesia hanyalah sikap keagamaan dari negara-negara yang bergejolak , “tidak sebaliknya bagaimana orang Indonesia mengekspor gaya keberagamaannya.”
FKUB dan para pemuda-pemudi, lanjutnya, adalah bukan hanya bertugas mendewasakan diri dalam hal beragama tetapi “membagikan pandangan, sikap, tindakan yang dewasa dalam beragama kepada orang-orang di luar.”
Kemah Pemuda Lintas Agama itu dibuka dengan sarasehan yang menampilkan narasumber yang merupakan anggota FKUB Jawa Tengah dari enam agama.
Dr Rozihan dari Islam menyampaikan bahwa perbedaan tidak untuk dipertentangkan. “Yang berbeda itu menjadi partner, jangan dipertentangkan,” katanya. Menurutnya, masing-masing umat beragama menjadi peserta perlombaan berbuat kebaikan dan berakhir menuju Tuhan. Dalam perlombaan itu masing-masing tidak boleh menjadi juri yang bisa membuat justifikasi.
Pendeta Bambang Pujiyanto dari Kristen Protestan mengatakan, perbedaan merupakan kemestian. “Hidup tidak akan pernah bisa diseragamkan, termasuk agama,” katanya. Dalam konteks perbedaan itu, dia berharap agar umat beragama tidak saling menghakimi, karena “agama memang tidak untuk dihakimi, tetapi untuk dihayati dan dijalani.” Dia juga berharap agar dalam keberagaman dan perbedaan itu, dialog mendapatkan tempat yang luar biasa baik.
Lukas Awi Tristanto dari Katolik berharap supaya para pemuda-pemudi dari berbagai agama bisa melakukan langkah nyata mengampanyekan gerakan persaudaraan sejati yang bisa melintasi sekat perbedaan masing-masing orang. “Ada tiga persoalan mendasar yang terjadi di Indonesia, yang pertama adalah kekerasan, korupsi, dan kerusakan lingkungan hidup. Itu sebenarnya bisa menjadi pintu masuk kita untuk bergerak bersama,” kata Wakil Ketua FKUB Jawa Tengah dari Gereja Katolik.
Candra dari Buddha pun berharap para pemuda-pemudi bisa melakukan perubahan yang nyata.
Acara tiga hari itu diisi aneka permainan kerja sama antarpeserta. Di malam hari, para peserta beristirahat bersama kawan-kawan yang berbeda agama dalam satu tenda. Usai kemah, pada hari raya Imlek tanggal 19 Februari 2015, sebagian peserta mendatangi Kelenteng Hok Tik Bio Ambarawa untuk beranjangsana dan mengenal tradisi Konghucu.***