Beranilah melihat dalam kegelapan dan nyalakanlah lilin untuk mengusir perdagangan manusia. Inilah yang diminta dilakukan oleh pria dan wanita yang berkehendak baik di hari Minggu tanggal 8 Februari 2015, Hari Doa dan Kesadaran se-Dunia Menentang Perdagangan Manusia.
Prakarsa itu disampaikan di Vatikan tanggal 3 Februari 2015 dan dipromosikan oleh Persatuan Internasional Para Superior Jenderal bekerja sama dengan Dewan Kepausan untuk Pastoral Migran dan Orang dalam Perjalanan, Dewan Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian, serta Kongregasi untuk Lembaga-Lembaga Hidup Bakti dan Serikat Hidup Kerasulan. Prakarsa itu menguat berkat cap persetujuan dari Paus Fransiskus.
Menurut laporan Linda Bordoni dari Radio Vatikan, Paus Fransiskus menggambarkan perdagangan manusia sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. Paus pun mendesak semua orang untuk ikut bersama membebaskan para korban dan menghentikan kejahatan yang semakin agresif itu.
Paus Fransiskus menyebut pekerjaan yang dilakukan oleh “Talitha Kum” sebagai sesuatu yang menakjubkan. Jaringan kaum religius perempuan sedunia itu berkomitmen memerangi bentuk perbudakan yang baru itu.
Namun, mereka tidak bisa bekerja sendiri. Maka Hari Doa dan Kesadaran se-Dunia Menentang Perdagangan Manusia yang secara simbolis jatuh tanggal 8 Februari, pada Pesta Santa Josefina Bakhita, budak berkebangsaan Sudan, Afrika, yang terbebas dari perbudakan dan dikanonisasi tahun 2000, “merupakan ajakan bagi semua orang untuk memperhatikan dan berkomitmen memerangi salah satu contoh terburuk dari perbudakan di abad ke-21 itu.”
Statistik resmi memperkirakan sekitar 21 juta penduduk miskin dan kelompok rentan menjadi korban perdagangan untuk eksploitasi seksual, kerja paksa, pengemis, perdagangan organ, pembantu rumah tangga, perkawinan paksa, adopsi ilegal dan bentuk-bentuk eksploitasi lainnya.
Para suster mengungkapkan bahwa dua setengah juta orang menjadi korban setiap tahun. 60 persen dari mereka adalah perempuan dan anak-anak. Banyak dari mereka mengalami pelecehan dan kekerasan yang teramat buruk.
Di sisi lain, demikian laporan Linda Bordoni, bagi para pedagang manusia “inilah kegiatan paling menguntungkan ketiga di dunia, setelah narkoba dan perdagangan senjata.”
Sangat masuk akal juga, kata para suster, karena masing-masing dan setiap kita telah bertemu atau kebetulan bertemu dengan seorang korban. “Itulah sebabnya, kita semua dipanggil untuk bertanggung jawab, dengan meningkatkan kesadaran, mencela para pedagang, menentang kejahatan itu.”
Inilah kejahatan yang sangat berbahaya bagi orang di jalanan. “Orang di jalanan harus sangat hati-hati menjaga diri agar tidak begitu saja jatuh ke dalamnya,” kata Suster Imelda Poole, ketua cabang Talitha Kum untuk Albania dari Jaringan Menentang Perdagangan dan Eksploitasi.
Namun suster itu mengatakan bahwa ada mekanisme rujukan. “Saya mau katakan kepada setiap orang, pelajarilah mekanisme rujukan di negara Anda, pelajarilah apa yang harus dilakukan jika Anda menemukan sesuatu yang mencurigakan, jangan hanya duduk kembali dan berkata ‘saya tidak bisa melakukan apa-apa’.”
Suster itu pun dengan rendah hati meminta agar di hari Minggu tanggal 8 Februari 2015 kita berdoa dan menyalakan lilin guna membantu mengusir kegelapan di mana begitu banyak orang terjebak dalamnya. (pcp berdasarkan Radio Vatikan)
Keterangan foto
Atas: Dua pembicara Suster Carmen Sammut, MSOLA, Ketua Persatuan Superior Jenderal Internasional (kiri) dan Suster Gabriella Bottani, SMC, koordinator Talitha Kum (Jaringan Internasional Hidup Bakti Bakti menentang Perdagangan Manusia)
Bawah:
1. Para suster di Filipina dalam unjuk rasa lintas agama terbesar -menentang perdagangan manusia di Filipina. Foto dari Jacqueline Hernandez
2. Santa Josefina Bakhita, budak berkebangsaan Sudan, Afrika, yang terbebas dari perbudakan dan dikanonisasi tahun 2000