Pen@ Katolik

Vikjen KAJ tawarkan arahan untuk perayaan Hari Rabu Abu dan Imlek

 katedral Jakarta

Perayaan Imlek sebentar lagi akan berlangsung. Persoalannya, malam perayaan Imlek yang jatuh tanggal 19 Februari 2015 bertepatan dengan Hari Rabu Abu, tanggal 18 Februari 2015. Oleh karena itu, Dewan Karya Pastoral Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) menyebarkan surat dari Vikaris Jenderal KAJ Pastor Samuel Pangestu Pr yang ditujukan kepada semua pastor paroki dan DPP Harian di KAJ.

Surat tertanggal 21 Januari 2015 itu disertai lampiran tentang usulan bagi umat beriman yang masih menghormati dan merayakan Imlek. Judul lampiran itu “Bagaimana menjawab pertanyaan umat tentang Rabu Abu yang bertepatan dengan malam tahun baru Imlek 2015?”

Bagian pertama dengan judul “Dialog dengan Budaya Tionghoa” menulis bahwa Gereja Katolik sangat mendukung makna peristiwa budaya Imlek yang masih dihayati oleh sebagian orang Tionghoa yang beragama Katolik. “Ada makna hormat kepada Tuhan, leluhur dan sesama manusia (yang lebih tua), Syukur, persaudaraan, berbagi dan solidaritas terhadap sesama yang menderita,” tulis surat itu.

Berbicara tentang malam Imlek (18 Februari 2015 malam, Red.), ada berbagai kebiasaan bagi penganut agama Konfusianisme. “Ada yang berkumpul bersama keluarga di rumah untuk berdoa kepada Tien (Tuhan) bersyukur atas tahun yang berlalu dan mohon bimbingan untuk di tahun mendatang,” lanjut surat yang dimuat di web KAJ itu.

Sepanjang pengetahuan yang amat terbatas, demikian surat itu, biasanya orang Tionghoa pada malam itu ciacay tidak makan makanan yang berjiwa (daging dll). “Maksudnya adalah supaya membersihkan diri dalam rangka menyambut tahun baru Imlek,” jelas surat itu

Saling mengucapkan selamat tahun baru dilakukan di hari raya Imlek, tanggal 19 Februari 2015, setelah sembahyang di klenteng-klenteng dan berbagi rezeki kepada kaum papa. Biasanya merayakan Imlek sambil makan-makan bersama keluarga besar di rumah orang tuanya, atau di rumah anak tertua kalau orang tuanya sudah meninggal, dan berbagi angpao. Mengenai kebiasaan makan bersama dengan keluarga di malam Imlek, tidak diketahui kapan kebiasaan itu muncul. Perlu pengkajian lebih lanjut, tulis surat itu.

Bagian kedua surat itu berjudul “Usulan Solusinya.” Dalam bagian itu surat itu menulis: “Diharapkan umat beriman mempertimbangkan dialog dengan budaya Tionghoa ini. Semoga umat beriman semakin dewasa dalam memilah mana yang bermakna dari suatu ajaran Gereja dan Budaya.”

Oleh karena itu, lanjut surat itu, “kami menawarkan arahan sebagai berikut, Rabu Abu, tanggal 18 Febuari 2015, tetap berjalan seperti biasa dan perayaan Imlek dirayakan pada keesokan harinya. Umat tetap berpuasa dan pantang. Makan kenyangnya di malam Imlek bersama keluarga dengan pantang daging, atau rokok atau ikan atau jajan. Silahkan umat berdiskresi sendiri. Pada hari raya Imlek umat beriman bisa makan bersama keluarga dalam persaudaraan setelah beribadah.”(paul c pati)

Foto di atas diambil dari web KAJ.