Oleh Paul C Pati
Bulan lalu, 5 Oktober 2014, ribuan umat Katolik datang berkumpul di Pantai Langgur, tepatnya di Taman Ziarah Mgr Johannes Aerts, tempat Vikaris Apostolik Belanda New Guinea yang pertama itu ditembak mati oleh tentara Jepang dan dimakamkan.
Mereka berkumpul untuk Misa Inkulturasi di bawah pepohonan besar di taman itu bersama para imam diosesan atau projo yang sedang melakukan live-in di Paroki Langgur, sebuah bagian dari Munas XI Unio Indonesia di Ambon. Misa itu dipimpin oleh pendiri dan penasehat UNIO Indonesia yang juga Uskup Emeritus Ketapang Mgr Blasius Pujaraharja.
Dalam homili, Mgr Pujaraharja bersyukur bahwa Sabda Tuhan datang ke Indonesia berawal dari Maluku, dengan kedatangan Santo Fransiskus Xaverius di Ternate dan Ambon abad ke-16, kemudian misionaris-misionaris lain di Tual dan Langgur, mulai abad ke-19. Mgr Aerts tiba di Langgur 14 Juli 1921.
Langgur, menurut Mgr Pujaraharja, dipilih menjadi ‘lahan anggur’ yang disingkat Langgur, karena menjadi lahan awal Kerajaan Allah di Indonesia. “Kita bersyukur bahwa anggur telah ditanam di lahan anggur ini dan menghasilkan buah,” kata uskup emeritus itu seraya menyebut sekolah-sekolah dan sarana-sarana kesehatan di Langgur sebagai buah-buah pertama tanaman anggur di sana.
Mgr Aerts menjadi saksi iman karena dia dan kawan-kawannya rela menyerahkan hidupnya untuk mempertahankan iman. “Saya dengar Mgr Aerts dipersilakan meninggalkan tempat ini, tentu saja dengan maksud agar domba-dombanya kocar-kacir, tetapi gembala yang baik itu tidak mau meninggalkan domba-dombanya dan tetap di sini, apa pun resikonya.”
Sewaktu mereka akan dieksekusi, Pastor Gerardus Berns MSC berseru, “Untuk Kristus Raja Kita, Jadilah!” Mgr Pujaraharja menerjemahkan pembelaan terhadap Kristus itu sebagai contoh iman mereka yang siap ditembak. “Kita diberi contoh konkret dan dekat tentang mempertahankan iman, dan saya senang bahwa umat di sini mengharapkan bahwa Mgr Aerts dan kawan-kawannya diangkat menjadi martir. Bahkan sesungguhnya umat di sini menghormati dia sebagai martir,” tegas uskup emeritus.
Memang, jalan untuk diangkat menjadi martir agak panjang, kata Mgr Pujaraharja seraya mengajak umat setempat untuk terus sebagai yang pertama memulai dan menerima mereka sebagai martir, lalu berkembang di tingkat keuskupan, selanjutnya di Indonesia. “Kita sendiri harus mulai. Saya tidak tahu apakah setiap saat sudah ada penghormatan khusus kepada beliau dan kawan-kawannya dan apakah sudah ada mujizat perorangan melalui perantaraan Mgr Aerts.”
Namun, tegas Mgr Pujasumarta, yang lebih penting adalah mencontoh teladan mereka, yaitu menjadi saksi iman, setia kepada Kristus Sang Raja, “menjadikan buah angur yang manis, enak, lesat dan berkenan kepada Tuhan.” Selanjutnya diharapkan agar kesaksian Mgr Aerts mendorong dan memberi semangat untuk menghasilkan keselamatan dan kedamaian dari Tuhan sendiri, dan agar “dari Langgur ini, Sabda Tuhan atau bibit anggur semakin berkembang.”
Berbagai tanggapan awam, suster dan imam mengenai pertolongan lewat perantaraan Mgr Aerts terungkap. Suster M Astrid Let Let PBHK mengatakan kepada PEN@ Katolik bahwa dia sudah mendengar banyak doa dikabulkan dan penyembuhan karena perantaraan Mgr Aerts. “Dulu sebagai pemimpin suster-suster PBHK Maluku, saya pernah frustrasi dan berdoa kepadanya. Saya bilang, Bapak Uskup, saya tidak mau tugas ini. Saya tidak mau karena saya rasa tidak bisa. Namun saat berdoa, terasa gerakan hati dari Mgr Aerts yang mengatakan “Astrid, siapakah engkau sehingga berani menolak penyelenggaraan ilahi,” kata suster yang mengidolakan Mgr Aerts itu.
Fery Syawang adalah awam yang menurut beberapa suster adalah salah seorang yang mendapat banyak anugerah dari Mgr Aerts. Bahkan kepada PEN@ Katolik dia mengaku beberapa kali mendengar atau mendapat permintaan dari Mgr Aerts “yang mau agar Langgur menjadi kota besar dan bercahaya, agar taman ziarah menjadi tempat tenang, agar 100 meter dari taman itu kosong atau tidak ada perumahan, dan agar setiap hari Minggu pukul 9 malam ada Misa di taman ziarah itu.”
Bagi Fery, Mgr Aerts adalah seorang kudus. “Kalau berada di susteran TMM, saya merasa dia selalu hadir di sana. Dia pendiri TMM. Ada kesaksian dari komandan AURI saat mencari istri komandan AL di susteran itu. Dia tidak bisa masuk karena ada seorang pria besar menjaga tempat itu,” cerita Fery yang mengaku setiap doanya lewat Mgr Aerts dikabulkan, misalnya doa untuk penyembuhan orang sakit. ***