Dalam pesawat pulang dari Albania, Paus Fransiskus berbicara tentang hidup bersama, toleransi dan persaudaraan di negara mayoritas Islam itu, kesannya tentang kaum muda di sana, dan kesaksian siksaan yang membuat Paus meneteskan air mata.
Meskipun perjalanan pesawat dari Albania ke Roma hanya 90 menit, demikian Radio Vatikan, 22 September 2014, masih tersisa waktu bagi Paus Fransiskus untuk memberikan wawancara dalam penerbangan yang sudah merupakan kebiasaan setelah melakukan perjalanan dengan para wartawan.
Saat menjawab pertanyaan wartawan, Paus Fransiskus meminta maaf dan mengatakan bahwa dia hanya akan menanggapi pertanyaan-pertanyaan tentang perjalanan itu sendiri.
Dalam pertemuan pers itu, Paus menekankan fakta bahwa Albania berada di pinggiran Eropa. Itulah “tanda yang saya ingin berikan,” tegas Paus. Juga dikatakan, meskipun fakta bahwa mayoritas penduduk Albania adalah Muslim, namun Albania bukan “negara Muslim, tapi sebuah negara Eropa.” Di sana Paus melihat kerjasama di antara tiga agama besar: Islam, Kristen Ortodoks, dan Katolik.
Paus berulang-ulang menegaskan pentingnya budaya “hidup bersama”, “toleransi”, dan “persaudaraan” di negara Balkan itu.
“Sejak awal,” kata Paus, dia terkesan dengan kaum muda negara itu. “Mereka mengatakan kepada saya bahwa negara itu adalah yang termuda di Eropa,” kata Paus. “Kalian melihat sebuah budaya yang lebih tinggi … yang mampu membangun persaudaraan.”
Paus mengatakan bahwa dia belajar dan berupaya memahami selama dua bulan sejarah penindasan di negara itu dalam era komunis.
“Periode yang kejam, tingkat kekejamannya mengerikan,” kata Paus. “Ketika saya melihat [poster-poster dari yang tewas dalam periode komunis], bukan hanya umat Katolik, tetapi juga Ortodoks dan Muslim … ini terjadi karena mereka mengatakan percaya akan Allah. Masing-masing dari ketiga komunitas itu telah memberikan kesaksian tentang Allah dan sekarang memberi kesaksian tentang persaudaraan mereka.”
Paus Fransiskus mengaku terharu sampai meneteskan air mata setelah mendengarkan kesaksian dari seorang imam yang dipenjara selama 27 tahun. Paus mengatakan terkesan dengan kerendahan hati pria itu yang tampaknya menceritakan kisah dari semua orang lain yang tersiksa.
Paus juga mengkonfirmasi bahwa perjalanannya ke Strasbourg akan berlangsung tanggal 25 November, dan perjalanan ke Turki beberapa hari kemudian yakni 30 November, pesta Santo Andreas Rasul, yang akan Paus rayakan di Istambul bersama Patriark Bartholomew. Ketika diingatkan bahwa Turki berada di perbatasan dengan Irak, Bapa Suci mengatakan “geografi tidak dapat diubah.” (pcp dari Radio Vatikan)