Terinspirasi oleh renungan dari mantan Administrator Apostolik Keuskupan Bandung, Mgr Ignatius Suharyo, tentang keterlibatan OMK dalam bidang kemasyarakatan dan ditemani oleh Johanes Djoko, OMK Keuskupan Bandung menemukan gambaran OMK yang dulu dan OMK yang diharapkan, yang kemudian berkembang menjadi OMK yang terlibat dalam Gereja Milenia, di mana OMK adalah masa kini Gereja.
“OMK Sebagai Gereja Masa Kini…” menjadi judul Rekomendasi Pertemuan OMK dalam Rangka Puncak Tahun Pastoral 2014 yang berlangsung di Cisantana, Cigugur, Jawa Barat, 19-21 September 2014.
Selama beberapa hari itu, 240 OMK dari 23 paroki serta beberapa frater dan suster merefleksikan tantangan yang dihadapi OMK, seperti ketergantungan OMK yang tidak bertanggung jawab terhadap gadget, serta bagaimana OMK yang diharapkan oleh Gereja.
Guna merefleksikan tema tahun pastoral 2014 yakni “kebangsaan,” mereka mendengarkan sharing Ipong Witono tentang bagaimana berperan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui kecintaan terhadap tanah air, dengan menghormati alam semesta dengan segala isinya dan bangga dengan seluruh kekayaan di bumi Indonesia.
Mereka juga diajak untuk menyadari bagaimana OMK turut serta dalam menjaga nilai-nilai kebangsaan Indonesia.
Mengakhiri proses itu, dua wakil OMK Keuskupan Bandung membacakan tiga poin rekomendasi dari pertemuan mereka itu di hadapan Vikjen Keuskupan Bandung yang baru Pastor Yustinus Hilman Pujiatmoko Pr dan sekitar 200 wakil Dewan Pastoral Paroki (DPP) se-Keuskupan Bandung.
Dalam rekomendasi itu OMK bertekad menjadi “kreatif, kritis, bebas yang bertanggung jawab, berani mengambil peran dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, dan memiliki jiwa kepemimpinan seperti Yesus dalam penerapannya, misalnya, menemukan potensi dalam diri OMK untuk menulis, membentuk jejaring sosial, baik secara nyata maupun melalui media sosial, dan selalu belajar.”
Selain itu, mereka mengajak komunitas dan atau keluarga terdekat mereka “untuk memberikan kesempatan bagi OMK untuk berkarya dalam kehidupan bermasyarakat, misalnya, terlibat dalam komunitas lintas agama dan kelompok-kelompok relawan.”
Bersama dengan Gereja semesta, mereka meminta “diberikan ruang untuk memilih dalam berkarya seperti Yesus yang bebas memilih ketika dibaptis pada usia muda. Situasi tersebut menginspirasi dan mendorong OMK untuk mengambil peran dalam kehidupan menggereja dan bermasyarakat sesuai dengan talenta yang diberikan oleh Allah kepada kami.”
Dalam acara itu, tulis rekomendasi itu, mereka menemukan ciri khas OMK saat ini yang memiliki kreativitas dan kebebasan yang harus dikomunikasikan, yang ditujukan untuk menjaga, mencintai, dan melestarikan kekayaan alam serta nilai-nilai kebangsaan Indonesia, dengan cara mengambil peran sebagai pemimpin seperti Yesus.
Dalam proses terakhir, lanjutnya, mereka melakukan ibadat untuk menghayati model kepemimpinan dengan gaya Tuhan Yesus, yaitu pemimpin yang berada ‘di bawah’ yang hadir memberi dorongan, pemimpin yang berada ‘di tengah’yang hadir menemani atau menjadi sahabat, dan pemimpin yang berada ‘di atas’, yang hadir untuk berani memberikan arahan. (paul c pati)