Umat Katolik diharapkan tidak hanya mengeluh, namun justru melibatkan diri dalam urusan publik dan berani melakukan perubahan-perubahan. “Kalau kita mau mengubah, ya kita harus terlibat dalam urusan publik, terlibat dalam kebijakan publik.”
Pastor Antonius Benny Susetyo Pr berbicara dalam sarasehan kebangsaan yang dihadiri 150 orang di Gereja Santo Mikael Semarang Indah, Semarang, 17 Agustus 2014.
Namun demikian, kata mantan Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan (HAK) Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) itu, masih ada persoalan yang terjadi dalam umat Katolik yakni sebagian umat masih merasa kecil dan tak bisa berbuat apa-apa.
Melihat kondisi demikian, imam itu meyakinkan bahwa umat Katolik adalah warga negara yang memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan umat yang lainnya. Dengan demikian, “umat Katolik mempunyai kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam urusan publik.”
Berkecimpung dalam urusan publik, lanjut imam itu, membutuhkan sikap kritis. “Maka kita harus membangun sikap mental yang kritis. Sikap mental yang kritis menjadi penting dan tanpa menyerah,” kata Pastor Benny dalam sarasehan bertema “Katolik Imanku, Indonesia Negeriku.”
Pastor Benny juga menyinggung mengenai internalisasi nilai-nilai Pancasila. Menurut imam itu, internalisasi nilai-nilai Pancasila akan efektif kalau dilakukan dengan metode-metode naratif. “Pancasila tentu harus diajarkan dengan cara-cara naratif, bukan dengan cara doktrinal. Kalau doktrinal selalu Pancasila itu menjadi alat kekuasaan. Kalau menjadi alat kekuasaan, maka Pancasila akan sarat dengan kepentingan penguasa semata,” kata imam itu.
Pastor Benny menambahkan bahwa dongeng-dongeng rakyat yang hidup di berbagai daerah di Indonesia bisa menjadi sarana internalisasi nilai-nilai Pancasila.
Selain itu, imam itu menyinggung pentingnya kaderisasi orang muda Katolik supaya bisa menjadi pemimpin dan mempengaruhi ruang publik. Salah satu yang penting menurutnya adalah penguasaan media massa. (Lukas Awi Tristanto)