Keluarga Dominikan yang bekerja untuk Justice, Peace and Care of Creation (JPCC) and Journées Romaines Dominicaines (JRD) memulai Konferensi Bersama mereka yang bertema “Dialogue as a way of Preaching” (Dialog sebagai salah satu Cara Pewartaan) dengan Misa yang dirayakan di Gereja Redemptor Mundi, Surabaya, satu-satunya paroki yang dijalankan oleh Ordo Dominikan atau Ordo Pewarta (OP) di Indonesia, tanggal 11 Agustus 2014.
Dalam homilinya, selebran utama Uskup Surabaya Mgr Vincentius Sutikno Wisaksono mengatakan bahwa berdialog sesungguhnya menyadari akan tuntutan penderitaan, karena berdialog dalam hidup bersama menuntut penderitaan. Tidak cukup hanya dengan kemauan baik, tidak cukup hanya dengan kehendak baik, karena seringkali semua kehendak akan diabaikan dan langkah kehendak baik kita akan ditolak. “Marilah berupaya berdialog meski banyak penderitaan dan kedulitan,” kata uskup. Uskup itu mengatakan juga kepada peserta bahwa yang utama untuk dialog sesungguhnya adalah menghormati martabat manusia, menghormati kebebasan dan saling menghormati.
Menurut Provinsial Provinsi Dominikan Filipina, Pastor Gerard Francisco P Timoner III OP, sejak awal panggilan Dominikan, “kita dipanggil untuk menjadi putra-putri dialog.”
Sementara Pastor Carlos Rodriguez Linera, ketua Komisi Dominikan Internasional untuk Keadilan dan perdamaian mengatakan bahwa keluarga Dominikan datang ke Surabaya untuk membagikan apa yang ada di dalam hati mereka dan untuk mencari kebenaran. “Dialog bukanlah konferensi atau kongres tetapi sikap hati kita. Kita menbuka hati kita kepada Tuhan untuk menyadari dan untuk berjumpa dengan dengan saudara-saudari kita karena mereka diciptakan sesuatu citra Allah,” kata imam itu seraya menambahkan bahwa meraka berada di Surabaya untuk menunjukkan kepada dunia bahwa dialog itu bisa terjadi.
Konferennsi yang berlangsung 11-16 Agustus 2014 itu diikuti lebih dari 90 peserta, imam, frater, suster dan awam Dominikan, dari 30 negara. Dalam konferensi itu mereka akan membicarakan atara lain “Dialog sebagai Model Pewartaan Injil” dan “Kata-Kata Dialog: Dialog yang terdiri dari tiga bagian.” Meraka akan juga berkunjung ke sebuah universitas Islam dan ke sebuah mejid.
Dalam konferensi itu mereka akan memfokuskan sekitar tema “Fundamentalisme dan kekerasan sebagai realita dunia kita”, “Berdialog”, dan Dialog sebagai jembatan untuk membangun perdamaian.”(paul c pati)
Dominican family starts their discourse on the dialogue with Islam
The Dominican family (priests, brothers, sisters and laity) working for Justice, Peace and Care of Creation (JPCC) and the Journées Romaines Dominicaines (JRD) have started their Joint Conference themed “Dialogue as a way of Preaching” with an opening Mass at the Redemptor Mundi Church of Surabaya, the only parish run by the Dominicans in Indonesia, August 11, 2014.
In his homily, the chief celebrant and Bishop Vincentius Sutikno Wisaksono of Surabaya said that to have a dialogue is actually to be aware of the prescription to suffering, because to have a dialogue at a high level of living together requires suffering. He noted that it is not enough to have goodwill or good intentions, because sometimes all intentions will be denied and our gestures of goodwill be refused or rejected. “Let us strive for every effort to have dialogue despite many sufferings and difficulties,” the bishop said. The bishop also told the participants that the main basis for a true dialogue is respect for human dignity, for freedom, and for each other.
In his welcome address, the Prior Provincial of the Dominican Province of the Philippines, Father Gerard Francisco P. Timoner III, O.P., noted that from the very beginning of the Dominican’s vocation “we are already called to be men and women of dialogue.”
On his part, chair of the International Dominican Commission for Justice and Peace, Father Carlos Rodriguez Linera, O.P., said that the Dominican family came “to share what it is in our heart and to search for the truth.” He further stated that “dialogue is neither the conference nor the congress, but an attitude of our hearts. We open our hearts to God to realize and encounter our brothers and sisters because they are created as God’s image,” adding that they are here to show the world that dialogue is possible.
Participating in the conference from August 11-16, 2014, are over 90 participants: priests, brothers, sisters and lay people, drawn from 30 countries of all the continents. During the conference, they will focus around the central themes of “Fundamentalism and violence as realities of our world”; “The Word and the words of Dialogue” and “Dialogue as bridge-building towards peace”. (paul c pati)