Sementara lebih dari 200 ribu warga Palestina telah meninggalkan Gaza sejak perang dimulai, dan jumlahnya bertambah setiap hari, beberapa orang tetap bertahan. Di antara mereka adalah Pastor George Hernandez dari Paroki Keluarga Kudus di Zeitun, Gaza. Di sana dia tetap menemani umatnya sementara bom terus terbang di atas kepalanya dan mendarat sangat dekat dari tempat tinggalnya.
Dalam pembicaraan dengan Radio Vatikan, seperti dilaporkan oleh media itu tanggal 31 Juli 2014, Pastor Hernandez menggambarkan situasi di lapangan dan bagaimana perang itu menghantam umat Katolik. Imam itu mengatakan bahwa mereka tidak bisa meninggalkan rumah, karena bom selalu berjatuhan. “Satu rumah dekat gereja terkena bom itu dan terjadi berbagai kerusakan besar di pastoran dan sekolah paroki,” kata imam itu.
Pindah dari tempat mereka bertahan juga tidak mungkin. “Bagaimana bisa memindahkan tiga puluh anak cacat dan sembilan orang jompo? Sama sekali tidak bisa! Apalagi karena mereka bukan anak yatim dan kami bukanlah pengasuh mereka. Tanpa izin orang tua mereka, kami tidak bisa memindahkan mereka. Dan memang berbahaya untuk berjalan-jalan di jalanan. Maka kami tetap di sini, berusaha bertahan,” jelas imam itu.
Dalam keadaan seperti itu, Pastor Hernandez dari Agentina itu tetap berterima kasih kepada Paus Fransiskus, yang secara pribadi menyampaikan pesan-pesan yang membesarkan hatinya dan umatnya di hari-hari terakhir ini.
“Senang mengetahui kedekatan Paus dengan kami. Kami perlu seseorang untuk mengatakan, ‘ini sudah cukup!’ dan untuk mengakhiri pembantaian ini. Kami bersyukur atas langkah baik yang dilakukan Paus. Beberapa hari lalu, Paus mengirimkan pesan yang menyatakan kedekatannya dengan paroki dan doa-doanya untuk semua umat Kristiani. Kami berikan berita itu kepada semua umat paroki dan umat Kristen dan itu melegakan mereka,” kata Pastor Hernandez kepada Radio Vatikan.
“Sayang sekali, Paus tidak selalu didengarkan,” tegas imam itu. Beberapa hari lalu “rumah dari sebuah keluarga Kristiani terkena bom, sang ibu meninggal, ayah terluka dan kakak tertua berjuang mempertahankan hidupnya di rumah sakit.” Rumah sakit-rumah sakit di Gaza, jelas imam itu, kekurangan sarana, ruang, dan instrumen-instrumen yang diperlukan. “Inilah situasi kami!”
Judith Sudilovsky dari Catholic News Service membenarkan bahwa ketika melakukan hubungan telepon dengan imam itu, dia bisa mendengar rasa sakit yang mendalam dan kelelahan di dalam suara imam itu, “sesuatu yang belum pernah terdengar dalam percakapan kami sebelumnya.”
Namun, Pastor Hernandez meminta maaf kepadanya karena tidak bisa meneruskan hubungan telepon karena ada bom jatuh dekat gereja paroki dan imam itu harus menemani umatnya, dan wartawan itu lanjut menulis bahwa harapan untuk merayakan libur Idul Fitri yang tenang pada tanggal 28 Juli hilang di sore hari itu karena serangan Israel yang menyebabkan 30 orang tewas. (pcp)